Makalah & Karya Tulis

      Sejarah Pakaian Sandang atau pakaian (Busana) merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Sementara ilmuan berpendapat bahwa m...

Konsep Busana dan Aurat Dalam Islam

      Sejarah Pakaian
Sandang atau pakaian (Busana) merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Sementara ilmuan berpendapat bahwa manusia baru mengenal pakaian sekitar 72.000 tahun lalu. Menurut mereka homo sapiens, nenek moyang kita berasal dari Afrika yang gerah. Sebagian mereka berpindah dari satu daerah ke daerah lain, dan bermukim di daerah yang dingin. Sejak saat itulah mereka berpakaian yang bermula dari kulit hewan guna menghangatkan badan. Sekitar 25.000 tahun yang lalu barulah ditemukan cara menjahit kulit, dari sanalah pakaian berkembang.[1]

      Masyarakat dan pakaian tertutup
Pakaian tertutup bukanlah monopoli masyarakat Arab, dan bukan pula berasal dari budaya mereka., bahkan menurut ulama dan filosof besar Iran kontemporer. Murthadha Muthahari, pakaian tertutup telah dikenal di kalangan bangsa-bangsa kuno dan lebih melekat pada orang-orang Sassan Iran, dibandingkan ditempat-tempat lain.Pakaian tertutup muncul jauh sebelum datangnya Islam. Di India dan Iran lebih keras tuntutannya daripada yang diajarkan Islam.[2]
Pakar lain menambahkan bahwa orang-orang Arab meniru orang Persia yang mengikuti agama Zardasyt dan yang menilai wanita sebagai makhluk tak suci, dan karena itu mereka diharuskan menutup mulut dan hidung mereka dengan sesuatu agar napas mereka tidak mengotori api suci yang merupakan sembahan agama Persia lama.
Orang-orang Arab juga meniru masyarakat Byzantiun (Romawi) yang memingit wanita di rumah, dan ini bersumber dari masyarakat yunani kuno yang ketika itu membagi rumah-rumah mereka menjadi dua bagian, masing-masing berdiri sendiri. Satu untuk pria dan satu untuk wanita. Di dalam masyarakat Arab, tradisi ini menjadi sangat kukuh pada saat pemerintah Dinasti Umawiyah, tepatnya pada masa pemerintahan Al-Walid II (ibn Yazid 125H/747M) di mana penguasa ini menetapkan adanya bagian khusuds buat wanita di rumah-rumah.
Sementara pakar menyebut beberapa alasan yang diduga oleh sementara orang yang mengakibatkan adanya keharusan bagi wanita memakai pakaian tertutup :
1.      Alasan filosofis yang berpusat pada kecenderungan kearah kerahiban dan perjuangan melawan kenikmatan dalam rangka melawan nafsu manusiawi.  Muthahari menduga bahwa sumber utama pemikiran ini adalah India. Wanita adalah bentuk tertinggi kesenangan, sehingga jika laki-laki diberi kesempatan berkumpul bebas dengan wanita maka perhatian dan kegiatan laki-laki hanya akan tertuju ke arah sana, sehingga kegiatan positif akan sangat berkurang dan masyarakat tidak akan mengalami kemajuan. Dari sini manusia harus berjuang menguasai dirinya guna menolak kesenangan-kesenangan seksual. Alasan diatas ditolak oleh Muthahari walaupun boleh jadi ada benarnya, namun yang pasti, ditetapkannya oleh agama Islam bentuk pakaian tertutup bukanlah faktor-faktor tersebut yang menjadi penyebabnya. Ini karena Islam tidak mengenal kerahiban.
2.      Alasan keamanan. Pada masa lalu yang kuat sering kali merampas bukan saja harta benda orang lain, tetapi juga istrinya.  Alasan ini pun bukan menjadi pertimbangan Islam, ketika menetapkan batas-batas yang boleh dilihat dari sosok perempuan. 
3.      Alasan ekonomi. Mereka menduga bahwa laki-laki mengeksploitasi wanita dengan menugaskan mereka melakukan aneka aktifitas untuk kepentingan laki-laki. Pandanganini jelas bukan alasan Islam menetapkan pakian tertentu atau menganjurkan pembagian kerja yakni pria diluar rumah dan wanita di dalam rumah. Dalam pandangan Islam istri berhak memperoleh segala kebutuhannya dari suaminya.

      Pakaian Menurut Konsep Al-Qur’an (Islam).
Kitab suci Al-Qur’an melukiskan keadaan Adam dan pasangannya sesaat setelah melanggar perintah Tuhan mendekati suatu pohon dan tergoda oleh setan sehingga mencicipinya bahwa :

“Tatkala keduanya telah merasakan buah pohon itu, tampaklah bagi keduanya, aurat masing-masing dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun –daun syurga secara berlapis-lapis.”(Q.S Al-A’raf: 22)

Apa yang dilakukan oleh nenek moyang kita itu, dinilai sebagai awal usaha manusia menutupi berbagai kekuragannya, menghindardari apa yang dinilai buruk atau tidak disenangi serta upaya memperbaiki penampilan dan keadaansesuai dengan imajinasi dan khayal mereka. Itulah langkah awal manusia menciptakan peradaban. Allah mengilhami hal tersebut dalam benak manusia pertama juntuk kemudian diwariskan kepada anak cucunya. Jika demikian berpakaian atau menutup aurat adalah alamat bukan awal dari lahirnya peradaban manusia.
Upaya mereka berpakaian rapi, menutup aurat itu, juga mengisyaratkan bahwa berpakaian rapi sebagaimana dikehendaki agama dapat memberi rasa tenang dalam jiwa pemakainya. Ketenangan batin merupakan salah satu dampak yang dikehendaki oleh agama.
Allah berfirman dalam surat Al-A’raf ayat 26:

“Hai anak Adam sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah mudahan mereka selalu ingat. Hai anak Adam janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihatmu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah jadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman” (Q.S Al-A’raaf: 26-27)[3]

Kemudian dalam Surah An-Nahl ayat 81:

Dan Allah menjadikan bagimu tempat bernaung dari apa yang telah Dia ciptakan, dan Dia jadikan bagimu tempat-tempat tinggal di gunung-gunung, dan Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas dan pakaian (baju besi) yang memelihara kamu dalam peperangan. Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya atasmu agar kamu berserah diri (kepada-Nya). (Q.S An-Nahl: 81)
Menurut Syarif Arbi, pakaian menurut konsep Islam itu ada dua Janis yaitu:
1.      Pakaian Jasmani, berwujud busana
2.      Pakaian Rohani, berwujud taqwa
Di dalam konsep Islam pakaian Jasmani penting, pakaian Rohani jauh lebih penting, justru pakaian jasmani mendukung pakaian rohani dan sebaliknya, pakaian rohani akan nampak pada pakaian jasmani. Dan keduanya saling mendukung dan tak dapat dipisahkan.[4]
Di samping pakaian lahir Al-Qur’an juga menyatakan bahwa ada yang dinamai libas at-taqwa dzalika Khair (pakaian takwa dan itu yang lebih baik). Apalah artinya keindahan lahir, kalau tidak disertai keindahan batin. Pakaian Takwa menutupi hal-hal yang dapat memalukan dan memperburuk penampilan manusia jika ia terbuka. Keterbukaan aurat jasmani dan rohani dapat menimbulkan rasa perih dan malu yang dirasakan, bila aurat rohani terbuka, jauh lebih besar daripada keterbukaan aurat jasmani, baik di dunia terlebih di Akhirat.

        AURAT
        Definisi  Aurat
Sumber kata Aurat:[5]
°    “Awira” عور yang bararti hilang perasaan, hilang cahaya atau lenyap penglihatan (untuk mata). Pada umumnya kata Awira ini memberi arti yang tidak baik, memalukan bahkan mengecewakan. Kalau sekiranya kata ini menjadi sumber dari kata ‘aurat’, maka berarti bahwa itu adalah sesuatu yang mengecewakan bahkan tidak dipandang baik.
°    “Aara” عار yang berarti menutup hal ini berarti bahwa aurat itu harus ditutup hingga tidak dapat dilihat dan dipandang.
°    “A’wara اعور yang berarti mencemarkan bila terlihat, atau sesuatu itu akan mencemarkan bila tampak. Dari sini terdapatlah kata Aurat yang artinya sesuatu anggota yang harus ditutup dan dijaga hingga tidak menimbulkan rasa kekecewaan dan malu.
Menurut Az Zuhaili dalam bukunya Al Fiqh Al Islami wa adillatuh, Kata “aurat” menurut bahasa berarti an naqshu (kekurangan). Dan dalam istilah syar’iy (agama), kata aurat berarti: sesuatu yang wajib di tutup dan haram dilihat. Dan para ulama telah bersepakat tentang kewajiban menutup aurat baik dalam shalat maupun di luar shalat.[6]
Sedangkan menurut Dr. Fuad Mohd Fachrudin, aurat adalah sesuatu yang dapat menimbulkan birahi atau syahwat membangkitkan nafsu angkara murka sedangkan ia mempunyai kehormatan dibawa oleh rasa malu supaya ditutup rapi dan dipelihara agar tidak mengganggu manusia lainnya serta supaya tidak menimbulkan kemurkaan, padahal ketentraman hidup dan kedamaian hendaklah dijaga sebaik-baiknya.
Menjaga aurat adalah konsekuensi logis dari konsep menundukkan pandangan, atau sering pula disebut sebagai langkah kedua dalam mengendalikan keinginan dan membangun kesadaran, setelah konsep menundukkan pandangan. Dari itulah dua hal ini diletakkan dalam satu rangkaian ayat yang mengisyaratkan adanya hubungan sebab akibat, atau keduanya sebagai dua langkah strategis yang saling mendukung.

         Batas-Batas Aurat
Aurat adalah setiap bagian dari tubuh yang wajib ditutup dan haram hukumnya untuk dinampakkan atau diperlihatkan kepada orang lain, baik di dalam maupun di luar shalat.
v  Batas aurat laki-laki
Jumhur fuqaha’ telah bersepakat bahwa aurat bagi kaum laki-laki adalah antara pusar sampai dengan lutut. Namun mereka berselisih apakah pusar dan lutut itu sendiri termasuk aurat ataukah tidak? Meski demikian mereka tidak berselisih bahwa paha adalah aurat.
Imam Nawawi rahimahullah di dalam penjelasan Shahih Muslim sebagai berikut: “Sesungguhnya paha termasuk bagian dari aurat. Banyak hadits masyhur yang menjelaskan bahwa paha adalah termasuk aurat. Hal itu seperti hadits Anas radhiyallahu ‘anhu bahwa jika terbukanya paha tanpa unsur kesengajaan serta dalam kondisi darurat masih dapat dimaafkan. Tetapi bila masih ada sarana yang memungkinkan untuk menutupnya, maka hukumnya wajib untuk menutupnya.”
Sayangnya perkara ini telah banyak dilupakan kaum pria. Mereka dengan santainya beraktifitas di luar rumah hanya bercelana pendek dan menampakkan paha-paha mereka.
Seorang lelaki yang baligh diperintahkan baginya menutup aurat sebagaimana hal ini telah jelas wajibnya bagi kaum wanita. Dari sini bisa dipetik faedah, bahwa adanya perintah tentu berkonsekuensi timbulnya larangan. Maka, kita diperintahkan untuk menutup aurat dan dilarang untuk menampakkan ataupun melihat aurat orang lain.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,“Seorang lelaki tidak boleh melihat aurat laki-laki yang lain dan seorang wanita tidak boleh melihat aurat wanita lain.” (HR. Muslim)
Hal ini dikarenakan memandang aurat orang lain bisa menimbulkan fitnah yang keji, sehingga Allah Azza wa Jalla memerintahkan kita untuk menundukkan pandangan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.”
                                               (An-Nuur: 30)
Demikian pula Allah Azza wa Jalla memerintahkan hamba-hamba-Nya yang wanita:

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya.” (An-Nuur: 31)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata di dalam tafsirnya menjelaskan tentang ayat ini: “Ini adalah hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hamba-Nya orang-orang mukmin untuk menundukkan pandangan mereka terhadap apa-apa yang dilarang memandangnya. Kecuali memandang apa yang diperbolehkan memandangnya, hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka terhadap apa yang diharamkan. Tetapi bila tidak sengaja memandang, hendaklah segera memalingkan pandangan darinya. Allah juga menyuruh untuk menjaga kemaluan sebagaimana Dia menyuruh menjaga pandangan yang membangkitkan nafsu syahwat, karena keduanya akan mengarah kepada kerusakan hati dan akhlak. Menjaga pandangan mata dan kemaluan akan mencegah dan menjauhkan orang mukmin dari zina yang keji.” (Tafsir Ibnu Katsir)
Dalam permasalahan ini (aurat laki-laki), Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Paha termasuk bagian dari aurat.” (HR. Bukhari)
Dari Muhammad bin Abdullah bin Jahsy radhiyallahu ‘anhu bahwasanya di halaman masjid, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lewat di depan Ma’mar dan terbukalah ujung paha Ma’mar. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Tutuplah pahamu wahai Ma’mar, karena sesungguhnya paha itu adalah termasuk aurat.” (HR. Ahmad)
Bahkan didapati pula larangan melihat aurat orang yang sudah mati. Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Janganlah kau buka pahamu, dan janganlah kau melihatnya baik orang yang sudah mati ataupun yang masih hidup.” (HR. Abu Daud)
Namun diperbolehkan bagi laki-laki memperlihatkan auratnya kepada isteri dan budak perempuan yang dimilikinya. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.”                  
 (Al-Mu’minun: 5-6)
Demikianlah, sehingga tak pantas bagi seorang mukmin yang telah mengetahui agamanya ia melalaikan perkara ini. Selayaknya ia menutup pahanya karena ini adalah perintah agama.[7]
Namun sebagian dari ulama lain tidak sependapat dengan hal itu, mulai dari paha, pusar dan lutut, para ulama berbeda pendapat; sebagian ulama menganggapnya tidak sebagai aurat
Mereka beralasan dengan Hadits-hadits sebagai berikut:
Dari Aisyah RA, bahwa Rasulullah saw saat duduk pahanya terbuka, lalu Abu Bakar meminta izin kepada Rasul, beliau pun mengizinkannya dan beliau dalam keadaan seperti semula, kemudian Umar  meminta izin dan beliau mengizinkannya dan beliau dalam keadaan seperti itu, kemudian Utsman pun ikut meminta izin namun beliau menurunkannya pakaiannya, setelah mereka pergi aku berkata : Wahai Rasulullah ketika Abu Bakar dan Umar meminta izin engkau mengizinkan keduanya. Dan engkau dalam keadaan semula, namun ketika Utsman meminta izin engkau mengulurkan pakaianmu ? maka beliau bersabda : Wahai Aisyah,  apakah aku tidak malu dari seseorang, demi Allah para malaikat lebih malu darinya”. (HR. Ahmad, dan disebutkan oleh imam Bukhari dalam ta’liqnya)
وَعَنْ اَنَسٍ اَنَّ النَّبِيَ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يوخ خير حسر الإزار عن فخذه حتى  إني لا نظر الى بياض فخذه
Dari Anas R.A: bahwa Nabi saw membuka pada saat Khaibar kain sarungnya sehingga terbuka pahanya, sampai aku dapat melihat pahanya yang berwarna putih. (HR. Ahmad dan Bukhari)
Ibnu Hazm berkata : Jelas bahwa paha bukan aurat, sekiranya merupakan aurat maka Allah tidak akan menyingkapkannya padahal beliau seorang yang suci dan maksum dari manusia, saat beliau menyampaikan risalahnya dan tidak diperlihatkan pahanya di hadapan Anas bin Malik dan yang lainnya.
Dari Imam Muslim, dari Abu Al-‘Aliyah al-barra berkata : bahwa Abdullah bin As-shamit memukul paha saya, dia berkata : lalu saya bertanya kepada Abu Dzar, maka beliau memukul paha saya seperti Aku memukul paha kamu, kemudian dia berkata : kemudian saya bertanya kepada Rasulullah saw seperti yang kamu Tanya kepadaku maka beliau pun memukul saya seperti aku memukul paha kamu, dan beliau bersabda : “Dirikanlah shalat pada waktunya…sampai akhir hadits.
Ibnu Hazm juga mengatakan: jika paha sebagai bagian dari aurat maka Rasulullah saw tidak akan menyentuhnya dari Abu Dzar dengan tangannya yang suci. Dan jika paha merupakan aurat menurut Abu Dzar maka tidak menyentuh paha Abdullah bin Shamit dengan tangannya, begitu pun Abdullah bin Shamit dan Abu al-Aliyah.

v   Batas aurat wanita
Batasan aurat wanita juga banyak versi dan pendapat tentang batsan-batasannya.  Beberapa argumen ulama tentang batas aurat wanita.
a.              Seluruh badan wanita aurat.[8]
عن ابن مسعود رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: المرأة عورة فإذا خرجت استشرفها الشيطان
(رواه الترميذى وقال حسن غريب)
Dari Ibnu Mas’ud bahwa bahwa Nabi SAW, bersabda: wanita adalah aurat, maka apabila dia keluar (rumah), maka setan tampil membelalakan matanya dan bermaksud buruk  terhadapnya (HR At-Tirmidzi dan dia menilainya hasan gharib)
Menurut At-Tirmidzi, hadits diatas bernilai hasan dan  gharib yakni tidak diriwayatkan  kecuali melalui seorang demi seorang.
Kemudian mereka berpendapat dengan landasan hadits berikut:
عَنْ ام المؤمنين عائشة رضي الله عنها قالت: كان الركبان يمرون بنا  ونحن مع رسول الله صلى الله عليه وسلم محرمات, فإذا حاذوا بنا سدلت إحدانا جلبا بها من رأسها على وجهها, فإذا جاوزونا كشفناه (رواه أحمد وأبو داود وابن ماجه وغيرهم)
       Dari Umm al-Mu’minin ‘Aisyah RA. Beliau berkata: “Para penunggang unta/kuda melewati kami, sedang ketika itu kami bersama Rasulullah SAW. Dan kami dalam keadaan berihram, maka setiap kami mengulurkan kerudung dari kepalanya atas (untuk menutupi) wajah masing-masing, bila mereka telah melalui kami, kami pun membukanya (wajah kami). (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibn Majah, dan lain-lain)
       Hadits lainnya tentang argumen ini adalah sebagai berikut:
عن ابن عمر رضي الله عنه ان النبي صلى الله عليه وسلم قال: لا تنيتفب المرأة المحرمة ولا تلبس القفازين
                                    (رواه أحمد والبخارى ونسائى)
       Dari Ibn ‘Umar RA. Bahwa Nabi SAW. Bersabda: “Tidak (dibenarkan) wanita yang sedang berihram memakai cadar (penutup wajah) dan tidak juga memakai kaus tangan” (HR. Ahmad, Bukhari, dan an-Nasa’i)
       Masih ada beberapa hadits lain yang menjadi dasar kelompok ini, namun tiga hadits di ataslah, di samping penafsiran terhadap ayat-ayat Al-Qur’an serta pengalaman wanita-wanita Muslimah pada masa Nabi Muhammad SAW. Dan sahabat-sahabat beliau, yang merupakan argumentasi mereka yang terkuat.
b.      Kecuali wajah dan telapak tangan
Ulama-ulama yang mengecualikan wajah dan telapak tangan dari bagian tubuh perempuan yang merupakan aurat, mengemukakan juga sekian banyak hadits. Yang terpenting diantaranya adalah:
عن عائشة رضي الله عنها: ان اسماء بنت أبى بكر دخلت على رسول الله صلى الله عليه وسلم وعليه ثياب رقاق, فأعرض عنها رسول الله صلى الله عليه وسلم وقال: يا أسماء إن المرأة إذا بلغت المحيض لم يصلح أن يرى منها إلا هذاوهذا (وأشار إلى وجهه وكفيه)  (رواه أبوداود, وقال هذا مرسل خالد بن دريك لم يدرك عائشة, ورواه أيضا البيهقي)
‘Aisyah RA berkata: bahwa Asma’ putri Abu Bakar RA datang menemui Rasulullah SAW dengan mengenakan pakaian tipis (transparan), maka Rasulullah berpaling enggan melihatnya dan bersabda: “Hai Asma’, sesungguhnya perempuan jikatelah haid, tidak lagi wajar terlihat darinya kecuali ini dan ini” (sambil beliau menunjuk ke wajah dan kedua telapak tangan beliau) (HR. Abu Daud dan Al-Baihaqi)
Sementara ulama menguatkan hadits di atas dengan hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Jarir at-Thabari. Pakar tafsir dan sejarah ini meriwayatkan hadits melalui Qatadah yang intinya membolehkan menampakan wajah dan tangan sampai setengahnya, riwayat tersebut menyatakan:
أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: لايحل لإمرأة تؤمن با الله واليوم الأخر إذا عركت ان يظهر إلا وجهها ويديها إلى ههنا (وقبض نصف الذراع)
Nabi SAW bersabda: “Tidak halal bagi seorang perempuan yang percaya kepada Allah dan Hari Kemudian dan telah haid untuk menampakan kecuali wajahnya dan tangannya sampai di sini (lalu beliau memegang setengah tangan beliau)
Menurut Al-Albani, hadits hadits yang membolehkan menampakan setengah tangan itu dinilai oleh Abu al-A’la al-Maududi,[9] sebagai hadits yang dapat diamalkan, hanya saja menurutnya, izin menampakan wajah dan telapak tangan adalah menurut kebiasaan, sedangkan izin menampakan sampai setengah tangan adalah kalau ada kebutuhan. Ini meurutnya, karena larangan menampakan badan kecuali wajah dan setengah tangan menggunakan kata “la yashluh” (tidak wajar), sedangkan larangan menampakan kecuali wajah dan telapak tangan menggunakan kata “la yahillu”.
Dalam konsep ini Ibnu Taimiyah berkata bahwa ketetapan agama menyangkut aurat wanita melalui dua tahap. Pada tahap pertama agama masih mengizinkan wanita membuka wajah dan telapak tangannya, lalu thap kedua, izin tersebut dibatalkan dengan ketetapan kewajiban menutup sluruh badan.[10] Pendapat serupa dikemukakan juga oleh salah seorang ulama kontemporer Muhammad Ali ash-Shabuni dalam tafsirnya Rawa’i al-Bayan.[11] Ada juga Ulama yang menyatakan izin membuka wajah dan telapak tangan itu, antara lain sebagaimana bunyi hadits di atas, adalah dalam hal-hal yang sangat dibutuhkan,seperti bagi wanita yang hendak dipinang.[12] Dan masih banyak lagi hadits yang dikemukakan untuk argumen ini.[13]

      KONSEP BUSANA MENUTUP AURAT
              Konsep Busana Menutup Aurat Bagi Laki-Laki
Pakaian yang dikenakan oleh seorang muslim haruslah memenuhi syarat tertentu, yakni:[14]
1.      Menutup aurat
Rasulullah Saw bersabda: “Aurat laki-laki ialah antara pusat sampai dua lutut”. (HR. ad-Daruquthni dan al-Baihaqi, lihat Fiqh Islam, Sulaiman Rasyid).
Dari Muhammad bin Jahsyi, ia berkata: Rasulullah Saw melewati Ma’mar, sedang kedua pahanya dalam keadaan terbuka. Lalu Nabi bersabda: “Wahai Ma’mar, tutuplah kedua pahamu itu, karena sesungguhnya kedua paha itu aurat.” (HR. Ahmad dan Bukhari, lihat Ahkamush Sholat, Ali Raghib).
Rasulullah Saw pernah berkata kepada Ali ra: “Janganlah engkau menampakkan pahamu dan janganlah engkau melihat paha orang yang masih hidup atau yang sudah mati.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah, lihat Shafwât at-Tafâsir, Muhammad Ali ash-Shabuni).
2.      Tidak terbuat dari emas atau sutera
Diriwayatkan dari al-Bara’ bin Azib r.a berkata: “Rasulullah Saw memerintahkan kami dengan tujuh perkara dan melarang kami dari tujuh perkara. Baginda memerintahkan kami menziarahi orang sakit, mengiringi jenazah, mendoakan orang bersin, menunaikan sumpah dengan benar, menolong orang yang dizalimi, memenuhi undangan dan memberi salam. Baginda melarang kami memakai cincin atau bercincin emas, minum dengan bekas minuman dari perak, hamparan sutera, pakaian buatan Qasiy yaitu dari sutera, serta mengenakan pakaian sutera, sutera tebal dan sutera halus.” (HR. Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibnu Majah dan Ahmad)
Walaupun seorang muslim dilarang memakai sutera, tetapi ada pengecualian tertentu. Misalnya, karena suatu alergi kulit jika memakai pakaian non sutera, maka dibolehkan untuk menggunakan pakaian dari sutera.
3.      Tidak menyerupai pakaian wanita
Dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhu, dia menceritakan : “Artinya : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat orang laki-laki yang bersikap seperti wanita dan wanita seperti laki-laki“.
Sedangkan dalam riwayat yang lain disebutkan : “Artinya : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat orang laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki“. (Hadits Riwayat Bukhari).
Seorang laki-laki dilarang bertingkah laku, termasuk berpakaian menyerupai wanita dan sebaliknya seorang wanita bertingkah laku termasuk berpakaian seperti laki-laki.
4.      Tidak menyerupai orang-orang kafir
Dari Abdullah bin Umar, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melihat padanya ada dua baju yang dicelup dengan celupan kuning. Maka beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya ini termasukpakaian orang-orang kafir, janganlah kamu pakai keduanya.” (HR. Muslim).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dari kaum tersebut.” (HR. Abu Dawud dan shahih)
Menyerupai orang kafir (tasyabbuh bil kuffar) dilarang bagi muslim maupun muslimah. Tasyabbuh dapat dilakukan melalui pakaian, sikap, gaya hidup maupun pandangan hidup.

      Konsep Busana Menutup Aurat Bagi Perempuan
Islam mengharamkan perempuan memakai pakaian yang membentuk dan tipis sehingga nampak kulitnya. Termasuk di antaranya ialah pakaian yang dapat mempertajam bagian-bagian tubuh khususnya tempat-tempat yang membawa fitnah, seperti: payudara, paha, dan sebagainya.
Dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: “Ada dua golongan dari ahli neraka yang belum pernah saya lihat keduanya itu: (1) Kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang mereka pakai buat memukul orang (penguasa yang kejam); (2) Perempuan-perempuan yang berpakaian tetapi telanjang, yang cenderung kepada perbuatan maksiat, rambutnya sebesar punuk unta. Mereka ini tidak akan bisa masuk surga, dan tidak akan mencium bau surga, padahal bau surga itu tercium sejauh perjalanan demikian dan demikian.” (HR. Muslim, Babul Libas)
Mereka dikatakan berpakaian, karena memang mereka itu melilitnya pakaian pada tubuhnya, tetapi pada hakikatnya pakaiannya itu tidak berfungsi menutup aurat, karena itu mereka dikatakan telanjang, karena pakaiannya terlalu tipis sehingga, dapat memperlihatkan kulit tubuh, seperti kebanyakan pakaian perempuan sekarang ini.
Bukhtun adalah salah satu macam daripada unta yang mempunyai kelasa (punuk) besar; rambut orang-orang perempuan seperti punuk unta tersebut karena rambutnya ditarik ke atas.
Dibalik keghaiban ini, Rasulullah seolah-olah melihat apa yang terjadi di zaman sekarang ini yang kini di wujudkan dalam bentuk penataan rambut, dengan berbagai macam mode dalam salon-salon khusus, yang biasa disebut salon kecantikan, dimana banyak sekali laki-laki yang bekerja pada pekerjaan tersebut dengan upah yang sangat tinggi.
Tidak cukup sampai di situ saja, banyak pula perempuan yang merasa kurang puas dengan rambut asli pemberian Allah SWT. Untuk itu mereka membeli rambut palsu yang disambung dengan rambutnya yang asli, supaya tampak lebih menyenangkan dan lebih cantik, sehingga dengan demikian dia akan menjadi perempuan yang menarik dan memikat hati.
Satu hal yang sangat mengherankan, justru persoalan ini sering dikaitkan penjajahan politik dan kejatuhan moral, dan ini dapat di buktikan oleh suatu kenyataan yang terjadi, dimana para penjajah politik itu dalam usahanya untuk menguasai rakyat sering menggunakan sesuatu yang dapat membangkitkan syahwat dan untuk dapat mengalihkan pandangan manusia, dengan diberinya kesenangan yang kiranya dengan kesenangannya itu, manusia tidak mau lagi memperhatikan persoalannya yang lebih umum.
Aurat wanita yang tak boleh terlihat di hadapan laki-laki lain (selain suami dan mahramnya) adalah seluruh anggota badannya kecuali wajah dan telapak tangan.
v     Syarat-syarat Pakaian Wanita
Pada dasarnya seluruh bahan, model dan bentuk pakaian boleh dipakai, asalkan memenuhi syarat-syarat berikut:
1.      Menutup seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan
2.      Tidak tipis dan tidak transparan
3.      Longgar dan tidak memperlihatkan lekuk-lekuk dan bentuk tubuh (tidak ketat)
4.      Bukan pakaian laki-laki atau menyerupai pakaian laki-laki.
5.      Tidak berwarna dan bermotif terlalu menyolok. Sebab pakaian yang menyolok akan mengundang perhatian laki-laki. Dengan alasan ini pula maka membunyikan (menggemerincingkan) perhiasan yang dipakai tidak diperbolehkan walaupun itu tersembunyi di balik pakaian

        FUNGSI DAN MANFAAT MENUTUP AURAT
Menutup aurat yang baik adalah dengan menggunakan pakaian yang tidak memperlihatkan kulit bagian aurat, tidak memperlihatkan betuk tubuh yang menarik bagi lawan jenis, tidak tembus pandang, desainnya tidak menarik perhatian orang lain dan yang tidak kalah penting adalah nyaman digunakan. Untuk laki-laki dengan menutup bagian pusar sampai ke lutut. Sedangkan untuk perempuan hanya boleh memperlihatkan wajah dan telapak tangan.
Berikut ini adalah beberapa kegunaan, kelebihan, fungsi, kebaikan, manfaat yang bisa didapatkan dari menutup aurat:[15]
1.    Menghindarkan diri dari dosa akibat mengumbar aurat
Salah satu yang menyebabkan banyak wanita masuk neraka adalah karena mereka tidak menutup aurat mereka di mata orang-orang yang bukan mahramnya. Dari begitu besarnya mudharat yang bisa didapat dari membuka aurat, maka Tuhan melarang kita membuka aurat.
2.    Menghindari fitnah, tuduhan atau pandangan negatif
Orang-orang yang gemar membuka auratnya secara terang-terangan bisa saja dituduh sebagai wanita nakal, pelacur, wanita penggoda, wanita murahan, tukang rebut suami orang, perempuan eksperimen, dan lain-lain. Untuk itu kita harus menghindari dari memakai pakaian minim yang memperlihatkan bagian tubuh yang dapat merangsang lawan jenis untuk meredam berbagai fitnah.
3.    Mencegah timbulnya hawa nafsu lawan jenis maupun sesama jenis
Secara umum laki-laki normal akan terangsang melihat wanita yang memakai pakaian ketat, celana pendek atau rok mini ketat, dan lain sebagainya. Banyak lelaki yang ingin menzinahi perempuan yang seperti itu baik secara paksa maupun tanpa paksaan.
4.    Melindungi tubuh dan kulit dari lingkungan
Dengan pakaian yang menutupi tubuh secara sempurna maka kita tidak akan merasakan kepanasan saat mentari bersinar terik, tidak merasakan kedinginan saat suhu sedang dingin. Begitu pun dengan debu dan kotoran akan terhalang mengenai kulit kita langsung sehingga kebersihan tubuh dapat tetap terjaga dengan baik.
5.    Mencegah rasa cemburu pasangan hidup
Jika suami atau istri suka tampil seksi maka pasangannya bisa saja merasa cemburu jika ada orang yang menggoda atau bahkan hanya sekedar melihat dengan pandangan penuh nafsu syahwat. Jangan biarkan rasa cemburu muncul dalam kehidupan rumahtangga kita, karena hal itu merupakan awal dari kehancuran sebuah keluarga yang bahagia.
6.    Mencegah terkena penyakit dan gangguan kesehatan
Penyakit-penyakit yang dapat muncul jika kita tampil terbuka auratnya di ruang terbuka adalah bisa seperti kanker kulit, kulit terbakar, kulit menjadi hitam, noda flek di kulit, dan lain sebagainya. Cegah penyakit dan gangguan kesehatan tersebut dengan memakai pakaian yang tertutup yang dapat melindungi tubuh dari faktor-faktor penyebab penyakit atau gangguan kesehatan tersebut.
7.    Memberikan sesuatu yang spesial bagi suami atau isteri
Buka-bukaanlah pada saat di depan suami atau istri kita saja. Orang yang demikian biasanya akan sangat dihargai dan disayangi oleh pasangan hidupnya. Terlebih lagi bisa menjaga kesucian dirinya hingga adanya pernikahan. Di depan orang lain yang bukan mahwam, aurat selalu terjaga dengan baik.
8.    Melindungi dari berbagai tindak kejahatan
Biasanya wanita yang auratnya terbuka adalah yang paling sering menjadi korban perkosaan maupun tindak kriminal lainnya seperti perampokan, penjambretan, hipnotis, dan lain sebagainya. Bandingkan dengan wanita bercadar yang tampil tidak menarik di mata penjahat karena penampilannya yang misterius membuat pelaku kejahatan enggan menjahatinya
9.    Menutupi aib rahasia
Jika ada cacat pada tubuh maupun kulit kita bisa kita tutupi dengan menggunakan pakaian yang tertutup sehingga tidak ada seorang pun yang tahu kecacatan yang terjadi pada diri kita. Jika diumbar di depan orang banyak ya sudah pasti orang-orang akan tahu cacat yang kita punya.


[1] M. Quraish Sihab, Jilbab pakaian wanita muslimah, hal.33
[2] Ibid, hal.40
[3] Al-Quranu-l-Kariim.
[4] Syarifarbi.blogspot.com
[5] Dr. Fuad Mohd Fachruddin, Aurat dan Jilbab. Hal 10
[6] Az Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa adillatuh, Juz I h. 579
[7] fadhlihsan.wordpress.com
[8] M.Quraish Shihab, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah. Hal.124,125,126,127
[9] Salah seorang ulama kontemporer asal Pakistan
[10] Lihat selengkapnya pada Muhammad Ahmad Ismail, ‘Audat Al-Hijab, Riyadh, Dar ath-Thibah, jilid III, Hal. 339-345
[11] Muhammad Ali ash-Shabuni, Rawa’i al-Bayan, Cairo, Dar as-Salam, 1997, hal.359
[12] M. Quraish Shihab. Jilbab Pakkaian Waita Muslimah, hal. 132
[13] Lihat selengkapnya pada M. Quraish Shihab. Jilbab Pakkaian Waita Muslimah, hal.128-164
[14] IndoForum.com
[15] Organisasi.org

0 coment�rios: