Makalah & Karya Tulis

A.     Latar Belakang Keluarga Anwar Musaddad sewaktu masih kecil dikenal dengan Dede Masdiad, Lahir di Garut pada tanggal 03 April ...

Latar Belakang Keluarga dan Pendidikan K.H Anwar Musaddad


A.    Latar Belakang Keluarga
Anwar Musaddad sewaktu masih kecil dikenal dengan Dede Masdiad, Lahir di Garut pada tanggal 03 April 1910 dari pasangan Abdul Awwal dan Marfuah.[1] Sejak kecil, beliau diasuh oleh seorang ibu yang lemah lembut. Beliau juga sangat taat dan mencintai Allah serta Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Ketaatan dan kecintaannya dibuktikan oleh disiplin tinggi dalam hal ibadah makhdah, seperti shalat. Bahkan, Ibunda K.H. Anwar Musaddad dikenal sebagai ibu yang selalu menjadikan shalat istikharah sebagai jalan konsultasi kepada Allah ketika ia menghadapi persoalan. Dengan batin yang selalu tersambung dengan Allah itu, beliau melakukan pengasuhan kepada anak-anaknya. Khususnya, kepada K.H. Anwar Musaddad muda. Pengasuhan ini hanya dilakukan seorang diri karena suaminya meninggal ketika K.H Anwar Musaddad berumur empat tahun. Tidak lama setelah itu, ibundanya tercinta menikah kembali. Ayah tiri beliau juga termasuk orang yang sangat sayang kepadanya. Memang, kedua orang tua beliau termasuk orang yang taat kepada Allah. Ketaatan ini termanifestasikan dalam pergaulannya dengan anak-anaknya.
Kendatipun bukan ayah kandung yang mendidik, merawat, dan membimbing beliau, tetapi ayah tiri ini memiliki kepribadian yang sangat baik. Memang, K.H. Anwar Musaddad tidak dibesarkan di lingkungan keluarga yang biasa mengarahkan anaknya ke pondok pesantren. Tetapi, karena pendekatan cinta dan kasih sayang dalam pendidikan anak, beliau berkembang menjadi anak yang mandiri.
Dilihat dari silsilah keturunan K.H Anwar Musaddad masih mempunyai keterkaitan atau garis keturunan dengan Syekh Syarif Hidayatullah alias Sunan Gunung Jati Cirebon. Garis keturunan wali ini pula yang mungkin memberi pengaruh positif bagi perkembangan kepribadiannya.
Sngatlah tidak rasional bila Anwar Musaddad dikatakan sebagai keturunan sunan atau wali. Dilihat dari latar belakang keluarganya yang sederhana bahkan ibunya adalah seorang pedagang dodol digarut, ini menandakan ada ketimpangan atau pembohongan sejarah secara logika bila memang keturunan sunan nama asli Anwar Musaddad bukanlah Dede masdaid yang memang secara kultural nama Dede Masdaid ini tidak ada unsur keturunan ningrat walaupun memang jauh namun secara kultural nenek moyang mempunyai pengaruh secara tidak langsung terhadap keturunannya.
Tetapi, orang yang sangat berperan dalam perkembangan karakter dan kepribadiannya adalah ibundanya. Wanita shalehah yang berhati bersih, dan ahli ibadah inilah yang menjadi pendorong jiwanya yang berkarakter. Sebagai wanita yang ahli ibadah, ibunda dari K.H. Anwar Musaddad selalu menjadikan shalat istikharah untuk mendoakan anak-anaknya.
Dengan cinta kasih kedua orang tuanya, K.H. Anwar Musaddad dididik dan dibangun kepribadiannya oleh nilai-nilai kasih sayang yang sangat kental. Namun, kedua orang tua beliau bukanlah orang yang berlatar belakang pendidikan kepesantrenan—seperti halnya para kyai pada umumnya. Dengan kata lain, K.H. Anwar Musaddad tidak berasal dari keluarga kyai yang memiliki pondok pesantren besar. Meskipun demikian, mereka semua adalah orang-orang yang menjunjung tinggi makna perjuangan dalam hidup. Hasilnya, lahirlah gambaran sosok Anwar Musaddad yang bermental tegar. Hal ini menjadi bukti yang jelas sekali bahwa sewaktu kecil beliau banyak dipengaruhi oleh kepribadian kedua orang tuanya. Selain orang tua, lingkungan keluarga pun sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan mental dan kepribadiannya.[2]
Menurut para ahli pendidikan, tempat kelahiran dan orang-orang yang ada di sekitarnya sangat berpengaruh terhadap bentuk dan perkembangan kepribadian seseorang. Demikian pula sistem pendidikan yang dibangun oleh orang tua K.H. Anwar Musaddad di rumahnya. Kepribadian orang tua pun sangat menentukan kepribadian keturunannya. Seperti apa yang dikatakan oleh pepatah Inggris kuno: like son like father. Jelas sekali, kepribadian anak sangat banyak dipengaruhi oleh kepribadian orang tuanya. Dari orangtualah seorang anak bisa meniru berbagai hal; baik dan buruk. Jelas sekali bahwa pertumbuhan jiwa dan mental anak akan baik jika lingkungannya pun dibentuk sedemikian baik. Dalam Alquran, fakta empiris tentang kepribadian anak yang baik ini dikisahkan lewat Maryam. Disebutkan, “Allah mendidik Maryam dengan pendidikan yang baik, dan—untuk tujuan itu—Allah menjadikan Zakaria sebagai pemeliharanya” (QS Ali Imran, 38).[3]
K.H Anwar Musaddad menikah dengan Maskatul Millah dikenal dengan Nyi H. Rd. Atikah anak dari KH. Qurtubi dan Hj. Fatimah seorang mukminin dari Ciparay. Berdasarkan catatan keluarga, K.H. Anwar Musaddad dikaruniai banyak anak. Sebagian besar dari mereka adalah orang-orang yang berhasil. Dari mereka, banyak informasi yang dapat digali, bahkan dikembangkan lebih jauh. Sebagaimana masa kecilnya yang dididik dengan disiplin dan cinta, beliau pun menerapkannya kepada anak-anak beliau. Hal ini diutarakan sendiri oleh putra-putri beliau bahwa K.H Anwar Musaddad menerapkan pendidikan yang disiplin, ketat, dan penuh cinta. Segala sesuatunya dipantau dan diawasi secara berkelanjutan, dengan dasar cinta-kasih-sayang dan kehangatan yang sangat kuat.
Disiplin dalam hal ketetapan waktu. Ketat dalam hal ketaatan terhadap aturan Allah dan Rasul-Nya. Cinta dalam hal interaksi antara ayah dan anak. Itu semua dirasakan sedemikian kuat oleh seluruh anak-anaknya.
Anak dari K.H Anwar Musaddad:
1.      Drs. H. Moch Cholil (Pimpinan Ponpes Nurul Iman Al-Musaddadiyah)
2.      Dra. Hj. Yies Sa’diyah, M.Pd (Dosen IAIN SGD dan STAIM)
3.      Kiki Zakiyah (Almarhumah/meninggal saat masih kecil)
4.      Prof. Dr. Hj. Ummu Salamah, Msi (Dosen UNPAS dan UNIGA)
5.      Hj. Aminah (Anggota DPRD TK I Jawa Barat)
6.      Moh. Salim (Almarhum/meninggal saat masih kecil)
7.      K.H Ir. Abdullah Margani (Alm) (Pendiri STTG dan Pimpinan Pembangunan Kampus)
8.      Hj. Maemunah (Pimpinan Koperasi Bina Hasanah Al-Musaddadiyah)
9.      K.H Cecep Abdul Halim, LC (Pimpinan Ponpes Al-Bayyinah, Ketua STAIM)
10.  Dra. Titin Fatimah (Wiraswasta)
11.  KH. Tontowi Jauhari, MA (Pimpinan Ponpes Al-Wasilah)
12.  H. Toha Nur Jamil (Wiraswasta)
13.  Dr. Abdurrahman, DEA (Alm/meninggal saat menjabat ketua STTG)
14.  Drs. H. Asep Saepudin (Kepsek SMP-IT Ciledug dan Dosen STAIM)
15.  Hj. Atik Mardiati (Bendahara Yayasan Al-Musaddadiyah)
16.  Ir. H. Bunyamin M.Kom (Dosen STTG)
Kiai Anwar Musaddad wafat pada tanggal 21 Juli 2000 bertepatan dengan 19 Rabiutsani 1422 dalam usia 91 tahun. Dimakamkan di komplek pemakaman keluarga Pondok Pesantren Musaddadiyah, Garut Jawa Barat.
Dari riwayatnya keluarganya diatas sejarah yang ada dalam buku anaknya Yies Sa’diyah ini merupakan penulisan atau karangan makatib yang terlalu membesar-besarkan atu mengagung-agungkan ayahnya. Tidak ada sedikitpun kekurangan Anwar Musaddad yang dipaparkan oleh Dra. Yies Sa’diyah ini. Bahkan nasab keturunan dan guru-guru anwar musaddad pun tidak banyak disebutkan.  
B.     Riwayat Pendidikan
Dikarenakan bukan merupakan anak keturunan ningrat, Dede harus sekolah di HIS Kristen dan melanjutkan ke MULO Kristen di Sukabumi. Ketika di Sukabumi Dede sempat belajar agama Islam kepada Ustad Sahroni. Sesudah tamat dari MULO Dede melanjutkan ke AMS Kristen di Jakarta. Baru dua tahun di AMS, beliau disuruh pulang ke Garut oleh keluarganya, sebab diberitakan sering keluar masuk ke Gereja. Oleh keluarganya beliau dimasukan pesantren di Cipari yang waktu itu dipimpin oleh Kyai Harmaen. Ketika itu pula Dede berganti nama menjadi Anwar Musaddad. Beliau lalu mempelajari bahasa Arab serta pindah ke Jakarta. Waktu di Jakarta, beliau menumpang tinggal di rumah H.O.S Cokroaminoto, salah seorang tokoh Serikat Islam (SI).
Tahun 1930, beliau berangkat ke Mekah menyertai ibu dan neneknya ibadah haji. Akan tetapi beliau sekolah di Madrasah Al-Falah selama sebelas tahun, Di sekolah Darul Falah Makkah, selain belajar beliau juga mengajar Bahasa Inggris dan Matematika. Di Antara muridnya terdapat nama Muzakky Al-Yamany, yang kelak menjadi Menteri Perminyakan saudi Arabia. Beliau lalu mempelajari agama Islam ke berbagai syekh dan ulama besar di Masjid al-Haram.
Di Tanah Suci itu, K.H. Anwar Musaddad terus bersemangat mendalami berbagai ilmu agama Islam. Beliau otodidak dalam mengembangkan kemampuan berbahasa. Beliau mendisiplinkan diri dalam berbagai kegiatan sehari-hari. Disiplin yang ketat dan pemikiran rasionalnya yang baik itu tidak bisa dilepaskan dari pendidikan yang pernah ditempuhnya di HIS (Holands Inlandes School), MULO (Meer Uitgebried Lager Onderwys), dan AMS di Jakarta.
Semangatnya mencari ilmu mengantarkan dirinya pada kemauan kuat untuk mendalami dan mempelajari bahasa pengantar ilmu saat itu; terutama bahasa Belanda. Perkenalannya kemudian dengan bahasa Arab karena beliau pun bertekad untuk mendalami sumber-sumber ajaran Islam. Terbukti kemudian, K.H. Anwar Musaddad mengukir prestasi cemerlang (achievement of excellent), termasuk dalam penguasaan bahasa asing itu. Dari penguasaan bahasa asing itulah yang kemudian menentukan keberhasilan belajarnya di Makka al-Mukarramah,Saudi Arabia.
Prestasi gemilang (the achievement) tersebut beliau capai dengan tetap tekun, rajin, dan berkemauan keras. Beliau bukan tipe orang yang berharap hasil, tanpa beramal. Karena hal itu merupakan watak seorang pengkhayal. Beliau juga bukan tipe orang pengamal yang hanya berharap kepada amalnya. Karena hal itu watak orang yang sombong. Beliau adalah orang yang cerdas dalam beramal, dan berharap hanya kepada Allah atas apa saja yang sedang dan akan diamalkannya. K.H Anwar Musaddad juga dikenal sebagai ulama yang santun dan rendah hati, aktif berpolitik dan mendidik dan tek pernah lelah berdakwah di kalangan atas dan bawah.[4]
Pada tahun 1941, beliau pulang ke Indonesia serta rajin mengadakan ceramah. Zaman Jepang beliau diangkat menjadi Kepala Kantor Urusan Agama Priangan yang pertama menjadi Ketua Masyumi daerah Priangan. Pada masa revolusi, ia bergabung dalam Hizbullah dan memimpin pasukan bersama pengasuh pesantren Cipari, KH Yusuf Tauziri.
Kiprah K.H Anwar Musaddad selama bergabung di Hizbullah (1945-1950) antara lain:[5]
1.  Memenangkan Pertempuran melawan Belanda bersama K.H Musthofa kamil dan mengislamkan delapan Ghurka.
2.  Tertangkap dalampenyerangan markas belanda di Babakan Loa Wanaraja, lalu     dibebaskan atas jaminan Bupati Garut.
3.    Menolak ajakan DI/TII untuk bergabung.
4.    Menhadapi serangan DI/TII
Pada 1953, Anwar Musaddad mulai bertugas di Yogyakarta menjadi tenaga pengajar di Fakultas Ushuluddin Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) yang baru didirikan Kementerian Agama RI di Yogyakarta (1952) yang kemudian dikembangkan menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Al-Jami’ah Sunan Kalijaga (1960).
Anwar Musaddad diangkat menjadi Guru Besar dalam Ilmu Ushuluddin dan menjadi Dekan Fakultas Ushuluddin (1962-1967). Dalam Dies Natalis IAIN Al-Jami’ah ke-5 ia menyampaikan pidato berjudul “Peranan Agama dalam Menyelesaikan Revolusi”.
Pada tahun 1967 K.H Anwar Musaddad sendiri mengusulkan kepada mentri Agama, K.H Mohammad Dahlan untuk membuka IAIN Jawa Barat.[6] Anwar Musaddad ditugaskan merintis pendirian IAIN Sunan Gunung Djati Bandung, dan menjadi Rektor pertama IAIN Sunan Gunungjati hingga 1974. Keahliannya adalah Ilmu Perbandingan Agama, khususnya dalam bidang Kristologi. Salah satu karya dalam bidang ini adalah “Kedudukan Injil Barnabas menurut Pandangan Islam”, dipublikasikan pada 1981 oleh Penerbit Albaramain.
Kiprahnya di NU dimulai sejak 1954 pada kepengurusan Partai NU 1954-1956 sebagai A’wan Syuriyah bersama KH Ruchiyat (Tasikmalaya), KH Djamhari (Banten), KH Machrus Ali (Kediri), dan Syaikh Musthafa Chusain Mandailing (Sumata Utara).
Saat itu, Rais Akbar PBNU adalah KH A. Wahab Hasbullah. Periode berikutnya (1956-1959) ia masih di A’wan Syuriah, tetapi sekaligus sebagai Ketua Ma’arif. Selanjutnya, pada periode 1959-1962 menjabat Ketua III Tanfidziyah, Wakil Rais II Syuriyah (1962-1967), Rais I Syuriyah (1967-1971), Rais Syuriah III PBNU (1974-1079), wakil Rais ‘Am PBNU (1979-1984).
Pada saat jabatan Rais ‘Aam PBNU mengalami kekosongan setelah KH Bisri Syansuri wafat pada 1981, maka untuk mengisi kekosongan itu ada dua pendapat, yakni Wakil Rais ‘Aam (KH Anwar Musaddad) secara otomatis menjabat Rais ‘Aam, tetapi ada pendapat lain bahwa jabatan Rais ‘Am ditetapkan melalui Musyawarah Alim Ulama NU.
Tampaknya pendapat kedua yang kemudian diberlakukan. Pada Munas Alim Ulama NU di Yogyakarta 1981, KH Ali Maksum ditetapkan sebagai Rais ‘Aam, dan KH Anwar Musaddad tetap pada posisinya sebagai Wakil Rais ‘Aam.
Pada kepengurusan PBNU periode 1984-1989 hasil Muktamar Situbondo, Kiai Anwar Musaddad menjabat Mustasyar, dilanjutkan pada periode 1989-1994. Sejak tahun 1976, Anwar Musaddad kembali ke tanah kelahirannya Garut, mendirikan Pesantren Al-Musaddadiyah yang juga mengelola lembaga pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Saat ini, lembaga pendidikan Al-Musaddadiyah diasuh oleh putra-putranya, khususnya KH Tontowi Jauhari.[7]






BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Anwar Musaddad sewaktu masih kecil Anwar Musaddad dikenal dengan Dede Masdiad. Lahir di Garut tanggal 3 April 1910. Ketika berumur empat tahun sudah yatim, serta diasuh oleh ibu dan neneknya yang waktu itu mengelola usaha Batik Garut dan Dodol Kuraetin.
Dikarenakan bukan merupakan anak keturunan ningrat, Dede harus sekolah di HIS Kristen dan melanjutkan ke MULO Kristen di Sukabumi. Ketika di Sukabumi Dede sempat belajar agama Islam kepada Ustad Sahroni. Sesudah tamat dari MULO Dede melanjutkan ke AMS Kristen di Jakarta.
Tahun 1960, Anwar Musaddad ditugaskan untuk mendirikan Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) di Yogyakarta oleh Menteri Agama. Sesudah Perguruan Tinggi itu berdiri beliau menjadi dosen bahasa Arab dan berdakwah di sana. Kemudian pada tahun 1968, mendirikan dan mengelola IAIN di Bandung. Sampai beliau menjadi rektor IAIN Sunan Gunung Djati Bandung yang pertama.















DAFTAR PUSTAKA
Jajat Burhanuddin, Ahmad Baedowi, Transformasi otoritas keagamaan: pengalaman Islam Indonesia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. 2003
Yies Sa'diyah. Prof. K.H. Anwar Musaddad: biografi, pengabdian, dan pemikiran ulama intelektual. Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat, Kementerian Agama. 2012
Panji masyarakat, Part 4, Jakarta : Yayasan Nurul Islam, 2000.

http://www.scribd.com/doc/73144649/Prof-KH-Anwar-Musaddad
ensiklopedigarut.blogspot.com
http://addriadis.blogspot.com/2012/12/prof-kh-anwar-musaddad-kyai-intelektual.html
http://agusagusgun.wordpress.com/2010/01/16/tafsir-departemen-agama/
http://www.slideshare.net/rindacahyana/prof-kh-anwar-musaddad.html
http://jejakkebaikan.wordpress.com/2012/03/26/k-h-anwar-musaddad-ulama-zuhud-dan-wara.html
http://www.pdii.lipi.go.id/read/2013/04/24/prof-k-h-anwar-musaddad-biografLove Ramadani-pengabdian-dan-pemikiran-ulama-intelektual.html




[1] http://www.scribd.com/doc/73144649/Prof-KH-Anwar-Musaddad
[2] ensiklopedigarut.blogspot.com
[3] http://jejakkebaikan.wordpress.com/2012/03/26/k-h-anwar-musaddad-ulama-zuhud-dan-wara/
[4] Panji masyarakat, Part 4, jakarta : Yayasan Nurul Islam, 2000. hlm. 93
[5] http://www.scribd.com/doc/73144649/Prof-KH-Anwar-Musaddad
[6] Jajat Burhanuddin, Ahmad Baedowi. Transformasi otoritas keagamaan: pengalaman Islam Indonesia, hlm.107
[7] http://addriadis.blogspot.com/2012/12/prof-kh-anwar-musaddad-kyai-intelektual.html

6 comments:

  1. Saya anak kedua dari H. Thoha Nurjmil.
    Terimakasih sudah mempublikasikan sejarah kakek saya dengan baik. Semoga menjadi inspirasi bagi kita semua terkhusus kaum muda untuk bisa menjadi manusia bermental baja dalam menggali ilmu dan menjalani kehidupan ini dengan cara Islam.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Maaf, mau tanya apakah kakek anda KH. Anwar Musaddad dahulu pernah tinggal di Gg. Pamarset Bandung? Trims

      Delete
  2. kembali kasih kangmas Kodir84 :)
    Semoga beliau menjadi inspirasi bagi da'i dan pendakwah masa kini, Amiin,,

    ReplyDelete
  3. Waktu kecil th 1980an sy selalu ikut pengajian beliau di karees gatsu bdg, Alhamdulillah, barokalloh, allohummagfirlahu...

    ReplyDelete
  4. Maaf, mau tanya apakah kakek anda KH. Anwar Musaddad dahulu pernah tinggal di Gg. Pamarset Bandung? Trims

    ReplyDelete