Makalah & Karya Tulis

Carlzon dan Macauley sebagaimana di kutip oleh Wasistiono (1998 :46) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan pemberdayaan adalah “membeb...

Terminologi Pemberdayaan Menurut Para Ahli


Carlzon dan Macauley sebagaimana di kutip oleh Wasistiono (1998 :46) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan pemberdayaan adalah “membebaskan seseorang dari kendali yang kaku, dan memberi orang kebebasan untuk bertanggung jawab terhadap ide-idenya, keputusan-keputusannya dan tindakantidakanya.”
Carver dan Clatter Back (1995 : 12) mendefinisikan pemberdayaan sebagai “upaya memberi keberanian dan kesempatan pada individu untuk mengambil tanggung jawab perorangan guna meningkatkan dan memberikan kontribusi pada tujuan organisasi.
Menurut Payne (1997) menjelaskan bahwa pemberdayaan pada hakekatnya bertujuan untuk membantu klien mendapatkan daya, kekuatan dan kemampuan untuk mengambil keputusan dan tindakan yang akan dilakukan dan berhubungan dengan diri klien tersebut, termasuk mengurangi kendala pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan.
Menurut Parsons, et al (1994 : 106) Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap, kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya.
Menurut Rappaport (1984 : 3) Pemberdayaan adalah suatu cara dengan mana rakyat, organisasi, dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai (atau berkuasa atas) kehidupannya.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya pemberdayaan adalah suatu proses dan upaya untuk memperoleh atau memberikan daya, kekuatan atau kemampuan kepada individu dan masyarakat lemah agar dapat mengidentifikasi, menganalisis, menetapkan kebutuhan dan potensi serta masalah yang dihadapi dan sekaligus memilih alternatif pemecahnya dengan mengoptimalkan sumberdaya dan potensi yang dimiliki secara mandiri.

1 coment�rios:

“Allah membenci sikap pengecut dan munafik. Sebaliknya Allah menyukai keberanian karena keberanian itu adalah inti jihad.”  “Tapi j...

Mutiara K.H. Ahmad Dahlan



“Allah membenci sikap pengecut dan munafik. Sebaliknya Allah menyukai keberanian karena keberanian itu adalah inti jihad.” 

“Tapi jarum sejarah tidak bisa diputar, dan Islam tidak mengizinkan penganutnya untuk berandai-andai yang akan mendatangkan penyesalan.” 

“Baju itu hanya pakaian luar. Pakaian dalam itu tetap hari kita yang bersih.” 

“Yang penting kunci belajar itu harus berpikiran terbuka dan berprasangka baik kepada siapapun.” 

“Mungkin aku terlalu sederhana dalam memandang hidup ini sehingga orang-orang tidak bisa menerima apa-apa yang aku lakukan atau usulkan.” 

“Disiplin memang membutuhkan waktu lebih lama sebelum menjadi kebiasaan sehari-hari” 

“Muhammadiyah bukan agama. Tidak ada maksud Muhammadiyah untuk menyebarkan keyakinan agama sendiri. Muhammadiyah sebagai perkumpulan justru akan menerima orang-orang dari berbagai kalangan dan mazhab, sepanjang mau terus mencontoh kehidupan Kanjeng Nabi SAW.” 

“Manusia selalu punya keinginan untuk menguasai orang lain dan lingkungan sekitarnya, merusak dan tidak dipersalahkan setelah kerusakan itu terjadi.”

“Hidup ini singkat dan hanya sekali, manfaatkan tidak hanya untuk kepentingan sendiri.” 

“Tidak mungkin Islam lenyap dari seluruh dunia, tapi tidak mustahil Islam hapus dari negeri kita ini.”

“Muhammadiyah pada masa sekarang ini berbeda dengan Muhammadiyah pada masa mendatang. Karena itu hendaklah warga muda-mudi Muhammadiyah hendaklah terus menjalani dan menempuh pendidikan serta menuntut ilmu pengetahuan (dan teknologi) di mana dan kemana saja. Jadilah dokter sesudah itu kembalilah kepada Muhammadiyah. Jadilah master, insinyur, dan (profesional) lalu kembalilah kepada Muhammadiyah sesudah itu.”

KH. Ahmad Dahlan berkata:
“Hendaklah setiap warga Muhammadiyah jangan tergesa-gesa menyanggupi suatu tugas yang ditetapkan oleh sidang persyarikatan. Telitilah terlebih dahulu keputusan sidang yang menetapkan engkau untuk melakukan suatu tugas apakah pemenuhan tugas itu bersamaan dengan tugas yang telah engkau sanggupi sebelumnya. Jika itu terjadi, hendaklah kau permudah memenuhi tugas dalam waktu yang tidak bersamaan dengan tugas lainnya, agar engkau tidak mudah mempermainkan keputusan sidang dengan hanya mengirimkan surat atau memberi tahu ketika mendapati waktu pemenuhan tugas itu bersamaan dengan tugas lainnya yang telah engkau sanggupi sebelumnya.”

KH. Ahmad Dahlan Berkata:
“Hendaklah engkau tidak gampang melibatkan diri dalam perebutan tanah sehingga bertengkar dan berselisih, apalagi bertengkar dan berselisih di muka pengadilan. Jika itu engkau lakukan, maka Allah akan menjauhkanmu memperoleh rejeki dari tuhan.”

KH. Ahmad Dahlan berkata:
“Jika engkau meminta izin tidak melakukan suatu pekerjaan yang telah ditetapkan oleh suatu keputusan sidang persyarikatan seperti untuk bertabligh, janganlah engkau meminta izin kepadaku, tapi mintalah izin kepada Tuhan dengan mengemukakan alasan-alasan. Beranikah engkau mempertanggungjawabkan tindakanmu itu kepada-Nya?”

“Jika engkau meminta izin tidak memenuhi tugas tersebut karena alasan tidak mampu, maka beruntunglah engkau! Aku akan mengajarkan kepadamu bagaimana memenuhi tugas tersebut. Tapi, jika engkau meminta izin tidak memenuhi tugas tersebut hanya karena sekedar enggan, maka tiadalah orang yang bisa mengatasi seseorang yang memang tidak mau memenuhi tugas. Janganlah persoalan rumah tangga dijadikan halangan memenuhi tugas kemasyarakatan!

Khittah KH. Ahmad Dahlan
1. Tidak Menduakan Muhammadiyah dengan organisasi lain;
2. tidak dendam, tidak marah, dan tidak sakit hati jika dicela dan dikritik;
3. tidak sombang dan tidak berbesar hati jika menerima pujian;
4. tidak jubria (ujub, kikir, dan ria);
5. Mengorbankan harta benda, pikiran, dan tenaga dengan hati ikhlas dan murni;
6. bersungguh hati terhadap pendirian.

0 coment�rios:

MUHAMMADIYAH- berawal dari sebuah keglisahan seorang pegawai keraton di Yogyakarta, Muhammad Dharwis terhadap Islam. Pada saat Itu i...

Sejarah Muhammadiyah Sebagai Gerakan Dakwah


MUHAMMADIYAH- berawal dari sebuah keglisahan seorang pegawai keraton di Yogyakarta, Muhammad Dharwis terhadap Islam. Pada saat Itu islam memang sudah berkembag di Indonesia sejak abad ke-12 Hijriah, islam mulai berkembang di tanah Nusantara, hingga kepelosok tanah Jawa.
Pada saat itu memang sudah berkembang di tanah jawa, tapi dalam pelaksanaan ibadahnya muslim pada saat itu masih bercampur-aduk dengan bentuk-bentuk kemusyrikan ataupun kekufuran. Atas dasar itu Muhammad Dharwis ingin mengembalikan ajaran Islam kaum muslimin pada dasar pedoman ajaran Islam yaitu Al-Qur’an dan As-sunnah. Atas dasar itu Muhammad Dharwis mencoba mencari kebenaran dengan menuntut Ilmu ke timur tegah sekaligus perjalannya dalam melaksanakan ibadah Haji di Tanah Suci, Makkah guna mendalami ajaran Islam. Banyak pengetahuan yang dia dapat terutama dalam bidang agama.
Sepulangnya Muhammad Dharwis dari studinya di Timur Tengah, dia memang benar-benar ingin mengabdikan dirinya untuk Islam. Mulai dari perubahan namanya menjadi Ahmad Dahlan sampai dakwah dan pengajaran-pengajarannya yang memang bercorak modernis tetapi Islamis. Walaupun pada mulanya ajaran yang dia sampaikan ditolak oleh orang-orang disekitarnya, namun semangat pembaharuan dan pemurnian aqidahnya tak pernah terpatahkan.
Dengan berlandaskan Al-Qur’an surat Al-Imron ayat 104:

`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôtƒ n<Î) ÎŽösƒø:$# tbrããBù'tƒur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztƒur Ç`tã ̍s3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd šcqßsÎ=øÿßJø9$#

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.”

Dengan berlandaskan ayat diatas, pada 18 November 1912 yang bertepatan dengan 8 Dzulhijjah 1330, KH Ahmad Dahlan mendirikan sebuah organisasi gerakan dakwah yang bertujuan kepada pemurnian aqidah sesuai Al-Qur’an dan As-sunnah. Untuk senantiasa menyeru manusia khususnya umat muslim disekitar Kauman Yogyakarta, utuk melakukan kebajikan dan kebaikan ataupun utuk beribadah haya kepada Allah SWT. Dan mencegah dari segala bentuk kemunkaran khususnya kesyirikan, bid’ah, takhayul dan Khurofat yang menjadi penyakit masyarakat islam pada saat itu.
 Dia mengusung nama Muhammadiyah sebagai organisasi gerakan dakwahnya tersebut. Kata ataupun terma Muhammadiyah diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, yang berarti pegikut Nabi Muhammad, yang bermaksud untuk menisbahkan atau  menghubungkan dengan ajaran dan jejak perjuangan Nabi Muhammad. Yang bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dengan nama itu pula dia bermaksud untuk menjelaskan bahwa pendukung organisasi itu ialah umat Muhammad, dan asasnya adalah ajaran Nabi Muhammad SAW, yaitu Islam. Dan tujuannya ialah memahami dan melaksanakan agama Islam sebagai yang memang ajaran yang serta dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw, agar supaya dapat menjalani kehidupan dunia sepanjang koridor-koridor agama Islam. Dengan demikian ajaran Islam yang suci dan benar itu dapat memberi nafas bagi kemajuan umat Islam dan bangsa Indonesia pada umumnya. Sebagimana sabda Rasulullah yang artinya:
“Sesungguhnya telah kutinggalkan kepada kalian dua perkara, kalian tidak akan tersesat apabila memegang teguh (berpedoman) atas keduanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Rasulullah.”
Yang menjadi tujuan utamanya sebagai pemurniaan ajaran islam, dalam bidang Tauhid, K.H Ahmad Dahlan  ingin membersihkan aqidah Islam dari segala macam syirik, dalam bidang ibadah, membersihkan cara-cara ibadah dari bid’ah, dalam bidang mumalah, membersihkan kepercayaan dari khurafat, serta dalam bidang pemahaman terhadap ajaran Islam. Sedangkan dalam langkah pembaruan yang bersifat modernis ialah dalam merintis pendidikan modern yang memadukan pelajaran agama dan umum.

0 coment�rios:

A.     Latar Belakang Keluarga Anwar Musaddad sewaktu masih kecil dikenal dengan Dede Masdiad, Lahir di Garut pada tanggal 03 April ...

Latar Belakang Keluarga dan Pendidikan K.H Anwar Musaddad


A.    Latar Belakang Keluarga
Anwar Musaddad sewaktu masih kecil dikenal dengan Dede Masdiad, Lahir di Garut pada tanggal 03 April 1910 dari pasangan Abdul Awwal dan Marfuah.[1] Sejak kecil, beliau diasuh oleh seorang ibu yang lemah lembut. Beliau juga sangat taat dan mencintai Allah serta Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Ketaatan dan kecintaannya dibuktikan oleh disiplin tinggi dalam hal ibadah makhdah, seperti shalat. Bahkan, Ibunda K.H. Anwar Musaddad dikenal sebagai ibu yang selalu menjadikan shalat istikharah sebagai jalan konsultasi kepada Allah ketika ia menghadapi persoalan. Dengan batin yang selalu tersambung dengan Allah itu, beliau melakukan pengasuhan kepada anak-anaknya. Khususnya, kepada K.H. Anwar Musaddad muda. Pengasuhan ini hanya dilakukan seorang diri karena suaminya meninggal ketika K.H Anwar Musaddad berumur empat tahun. Tidak lama setelah itu, ibundanya tercinta menikah kembali. Ayah tiri beliau juga termasuk orang yang sangat sayang kepadanya. Memang, kedua orang tua beliau termasuk orang yang taat kepada Allah. Ketaatan ini termanifestasikan dalam pergaulannya dengan anak-anaknya.
Kendatipun bukan ayah kandung yang mendidik, merawat, dan membimbing beliau, tetapi ayah tiri ini memiliki kepribadian yang sangat baik. Memang, K.H. Anwar Musaddad tidak dibesarkan di lingkungan keluarga yang biasa mengarahkan anaknya ke pondok pesantren. Tetapi, karena pendekatan cinta dan kasih sayang dalam pendidikan anak, beliau berkembang menjadi anak yang mandiri.
Dilihat dari silsilah keturunan K.H Anwar Musaddad masih mempunyai keterkaitan atau garis keturunan dengan Syekh Syarif Hidayatullah alias Sunan Gunung Jati Cirebon. Garis keturunan wali ini pula yang mungkin memberi pengaruh positif bagi perkembangan kepribadiannya.
Sngatlah tidak rasional bila Anwar Musaddad dikatakan sebagai keturunan sunan atau wali. Dilihat dari latar belakang keluarganya yang sederhana bahkan ibunya adalah seorang pedagang dodol digarut, ini menandakan ada ketimpangan atau pembohongan sejarah secara logika bila memang keturunan sunan nama asli Anwar Musaddad bukanlah Dede masdaid yang memang secara kultural nama Dede Masdaid ini tidak ada unsur keturunan ningrat walaupun memang jauh namun secara kultural nenek moyang mempunyai pengaruh secara tidak langsung terhadap keturunannya.
Tetapi, orang yang sangat berperan dalam perkembangan karakter dan kepribadiannya adalah ibundanya. Wanita shalehah yang berhati bersih, dan ahli ibadah inilah yang menjadi pendorong jiwanya yang berkarakter. Sebagai wanita yang ahli ibadah, ibunda dari K.H. Anwar Musaddad selalu menjadikan shalat istikharah untuk mendoakan anak-anaknya.
Dengan cinta kasih kedua orang tuanya, K.H. Anwar Musaddad dididik dan dibangun kepribadiannya oleh nilai-nilai kasih sayang yang sangat kental. Namun, kedua orang tua beliau bukanlah orang yang berlatar belakang pendidikan kepesantrenan—seperti halnya para kyai pada umumnya. Dengan kata lain, K.H. Anwar Musaddad tidak berasal dari keluarga kyai yang memiliki pondok pesantren besar. Meskipun demikian, mereka semua adalah orang-orang yang menjunjung tinggi makna perjuangan dalam hidup. Hasilnya, lahirlah gambaran sosok Anwar Musaddad yang bermental tegar. Hal ini menjadi bukti yang jelas sekali bahwa sewaktu kecil beliau banyak dipengaruhi oleh kepribadian kedua orang tuanya. Selain orang tua, lingkungan keluarga pun sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan mental dan kepribadiannya.[2]
Menurut para ahli pendidikan, tempat kelahiran dan orang-orang yang ada di sekitarnya sangat berpengaruh terhadap bentuk dan perkembangan kepribadian seseorang. Demikian pula sistem pendidikan yang dibangun oleh orang tua K.H. Anwar Musaddad di rumahnya. Kepribadian orang tua pun sangat menentukan kepribadian keturunannya. Seperti apa yang dikatakan oleh pepatah Inggris kuno: like son like father. Jelas sekali, kepribadian anak sangat banyak dipengaruhi oleh kepribadian orang tuanya. Dari orangtualah seorang anak bisa meniru berbagai hal; baik dan buruk. Jelas sekali bahwa pertumbuhan jiwa dan mental anak akan baik jika lingkungannya pun dibentuk sedemikian baik. Dalam Alquran, fakta empiris tentang kepribadian anak yang baik ini dikisahkan lewat Maryam. Disebutkan, “Allah mendidik Maryam dengan pendidikan yang baik, dan—untuk tujuan itu—Allah menjadikan Zakaria sebagai pemeliharanya” (QS Ali Imran, 38).[3]
K.H Anwar Musaddad menikah dengan Maskatul Millah dikenal dengan Nyi H. Rd. Atikah anak dari KH. Qurtubi dan Hj. Fatimah seorang mukminin dari Ciparay. Berdasarkan catatan keluarga, K.H. Anwar Musaddad dikaruniai banyak anak. Sebagian besar dari mereka adalah orang-orang yang berhasil. Dari mereka, banyak informasi yang dapat digali, bahkan dikembangkan lebih jauh. Sebagaimana masa kecilnya yang dididik dengan disiplin dan cinta, beliau pun menerapkannya kepada anak-anak beliau. Hal ini diutarakan sendiri oleh putra-putri beliau bahwa K.H Anwar Musaddad menerapkan pendidikan yang disiplin, ketat, dan penuh cinta. Segala sesuatunya dipantau dan diawasi secara berkelanjutan, dengan dasar cinta-kasih-sayang dan kehangatan yang sangat kuat.
Disiplin dalam hal ketetapan waktu. Ketat dalam hal ketaatan terhadap aturan Allah dan Rasul-Nya. Cinta dalam hal interaksi antara ayah dan anak. Itu semua dirasakan sedemikian kuat oleh seluruh anak-anaknya.
Anak dari K.H Anwar Musaddad:
1.      Drs. H. Moch Cholil (Pimpinan Ponpes Nurul Iman Al-Musaddadiyah)
2.      Dra. Hj. Yies Sa’diyah, M.Pd (Dosen IAIN SGD dan STAIM)
3.      Kiki Zakiyah (Almarhumah/meninggal saat masih kecil)
4.      Prof. Dr. Hj. Ummu Salamah, Msi (Dosen UNPAS dan UNIGA)
5.      Hj. Aminah (Anggota DPRD TK I Jawa Barat)
6.      Moh. Salim (Almarhum/meninggal saat masih kecil)
7.      K.H Ir. Abdullah Margani (Alm) (Pendiri STTG dan Pimpinan Pembangunan Kampus)
8.      Hj. Maemunah (Pimpinan Koperasi Bina Hasanah Al-Musaddadiyah)
9.      K.H Cecep Abdul Halim, LC (Pimpinan Ponpes Al-Bayyinah, Ketua STAIM)
10.  Dra. Titin Fatimah (Wiraswasta)
11.  KH. Tontowi Jauhari, MA (Pimpinan Ponpes Al-Wasilah)
12.  H. Toha Nur Jamil (Wiraswasta)
13.  Dr. Abdurrahman, DEA (Alm/meninggal saat menjabat ketua STTG)
14.  Drs. H. Asep Saepudin (Kepsek SMP-IT Ciledug dan Dosen STAIM)
15.  Hj. Atik Mardiati (Bendahara Yayasan Al-Musaddadiyah)
16.  Ir. H. Bunyamin M.Kom (Dosen STTG)
Kiai Anwar Musaddad wafat pada tanggal 21 Juli 2000 bertepatan dengan 19 Rabiutsani 1422 dalam usia 91 tahun. Dimakamkan di komplek pemakaman keluarga Pondok Pesantren Musaddadiyah, Garut Jawa Barat.
Dari riwayatnya keluarganya diatas sejarah yang ada dalam buku anaknya Yies Sa’diyah ini merupakan penulisan atau karangan makatib yang terlalu membesar-besarkan atu mengagung-agungkan ayahnya. Tidak ada sedikitpun kekurangan Anwar Musaddad yang dipaparkan oleh Dra. Yies Sa’diyah ini. Bahkan nasab keturunan dan guru-guru anwar musaddad pun tidak banyak disebutkan.  
B.     Riwayat Pendidikan
Dikarenakan bukan merupakan anak keturunan ningrat, Dede harus sekolah di HIS Kristen dan melanjutkan ke MULO Kristen di Sukabumi. Ketika di Sukabumi Dede sempat belajar agama Islam kepada Ustad Sahroni. Sesudah tamat dari MULO Dede melanjutkan ke AMS Kristen di Jakarta. Baru dua tahun di AMS, beliau disuruh pulang ke Garut oleh keluarganya, sebab diberitakan sering keluar masuk ke Gereja. Oleh keluarganya beliau dimasukan pesantren di Cipari yang waktu itu dipimpin oleh Kyai Harmaen. Ketika itu pula Dede berganti nama menjadi Anwar Musaddad. Beliau lalu mempelajari bahasa Arab serta pindah ke Jakarta. Waktu di Jakarta, beliau menumpang tinggal di rumah H.O.S Cokroaminoto, salah seorang tokoh Serikat Islam (SI).
Tahun 1930, beliau berangkat ke Mekah menyertai ibu dan neneknya ibadah haji. Akan tetapi beliau sekolah di Madrasah Al-Falah selama sebelas tahun, Di sekolah Darul Falah Makkah, selain belajar beliau juga mengajar Bahasa Inggris dan Matematika. Di Antara muridnya terdapat nama Muzakky Al-Yamany, yang kelak menjadi Menteri Perminyakan saudi Arabia. Beliau lalu mempelajari agama Islam ke berbagai syekh dan ulama besar di Masjid al-Haram.
Di Tanah Suci itu, K.H. Anwar Musaddad terus bersemangat mendalami berbagai ilmu agama Islam. Beliau otodidak dalam mengembangkan kemampuan berbahasa. Beliau mendisiplinkan diri dalam berbagai kegiatan sehari-hari. Disiplin yang ketat dan pemikiran rasionalnya yang baik itu tidak bisa dilepaskan dari pendidikan yang pernah ditempuhnya di HIS (Holands Inlandes School), MULO (Meer Uitgebried Lager Onderwys), dan AMS di Jakarta.
Semangatnya mencari ilmu mengantarkan dirinya pada kemauan kuat untuk mendalami dan mempelajari bahasa pengantar ilmu saat itu; terutama bahasa Belanda. Perkenalannya kemudian dengan bahasa Arab karena beliau pun bertekad untuk mendalami sumber-sumber ajaran Islam. Terbukti kemudian, K.H. Anwar Musaddad mengukir prestasi cemerlang (achievement of excellent), termasuk dalam penguasaan bahasa asing itu. Dari penguasaan bahasa asing itulah yang kemudian menentukan keberhasilan belajarnya di Makka al-Mukarramah,Saudi Arabia.
Prestasi gemilang (the achievement) tersebut beliau capai dengan tetap tekun, rajin, dan berkemauan keras. Beliau bukan tipe orang yang berharap hasil, tanpa beramal. Karena hal itu merupakan watak seorang pengkhayal. Beliau juga bukan tipe orang pengamal yang hanya berharap kepada amalnya. Karena hal itu watak orang yang sombong. Beliau adalah orang yang cerdas dalam beramal, dan berharap hanya kepada Allah atas apa saja yang sedang dan akan diamalkannya. K.H Anwar Musaddad juga dikenal sebagai ulama yang santun dan rendah hati, aktif berpolitik dan mendidik dan tek pernah lelah berdakwah di kalangan atas dan bawah.[4]
Pada tahun 1941, beliau pulang ke Indonesia serta rajin mengadakan ceramah. Zaman Jepang beliau diangkat menjadi Kepala Kantor Urusan Agama Priangan yang pertama menjadi Ketua Masyumi daerah Priangan. Pada masa revolusi, ia bergabung dalam Hizbullah dan memimpin pasukan bersama pengasuh pesantren Cipari, KH Yusuf Tauziri.
Kiprah K.H Anwar Musaddad selama bergabung di Hizbullah (1945-1950) antara lain:[5]
1.  Memenangkan Pertempuran melawan Belanda bersama K.H Musthofa kamil dan mengislamkan delapan Ghurka.
2.  Tertangkap dalampenyerangan markas belanda di Babakan Loa Wanaraja, lalu     dibebaskan atas jaminan Bupati Garut.
3.    Menolak ajakan DI/TII untuk bergabung.
4.    Menhadapi serangan DI/TII
Pada 1953, Anwar Musaddad mulai bertugas di Yogyakarta menjadi tenaga pengajar di Fakultas Ushuluddin Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) yang baru didirikan Kementerian Agama RI di Yogyakarta (1952) yang kemudian dikembangkan menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Al-Jami’ah Sunan Kalijaga (1960).
Anwar Musaddad diangkat menjadi Guru Besar dalam Ilmu Ushuluddin dan menjadi Dekan Fakultas Ushuluddin (1962-1967). Dalam Dies Natalis IAIN Al-Jami’ah ke-5 ia menyampaikan pidato berjudul “Peranan Agama dalam Menyelesaikan Revolusi”.
Pada tahun 1967 K.H Anwar Musaddad sendiri mengusulkan kepada mentri Agama, K.H Mohammad Dahlan untuk membuka IAIN Jawa Barat.[6] Anwar Musaddad ditugaskan merintis pendirian IAIN Sunan Gunung Djati Bandung, dan menjadi Rektor pertama IAIN Sunan Gunungjati hingga 1974. Keahliannya adalah Ilmu Perbandingan Agama, khususnya dalam bidang Kristologi. Salah satu karya dalam bidang ini adalah “Kedudukan Injil Barnabas menurut Pandangan Islam”, dipublikasikan pada 1981 oleh Penerbit Albaramain.
Kiprahnya di NU dimulai sejak 1954 pada kepengurusan Partai NU 1954-1956 sebagai A’wan Syuriyah bersama KH Ruchiyat (Tasikmalaya), KH Djamhari (Banten), KH Machrus Ali (Kediri), dan Syaikh Musthafa Chusain Mandailing (Sumata Utara).
Saat itu, Rais Akbar PBNU adalah KH A. Wahab Hasbullah. Periode berikutnya (1956-1959) ia masih di A’wan Syuriah, tetapi sekaligus sebagai Ketua Ma’arif. Selanjutnya, pada periode 1959-1962 menjabat Ketua III Tanfidziyah, Wakil Rais II Syuriyah (1962-1967), Rais I Syuriyah (1967-1971), Rais Syuriah III PBNU (1974-1079), wakil Rais ‘Am PBNU (1979-1984).
Pada saat jabatan Rais ‘Aam PBNU mengalami kekosongan setelah KH Bisri Syansuri wafat pada 1981, maka untuk mengisi kekosongan itu ada dua pendapat, yakni Wakil Rais ‘Aam (KH Anwar Musaddad) secara otomatis menjabat Rais ‘Aam, tetapi ada pendapat lain bahwa jabatan Rais ‘Am ditetapkan melalui Musyawarah Alim Ulama NU.
Tampaknya pendapat kedua yang kemudian diberlakukan. Pada Munas Alim Ulama NU di Yogyakarta 1981, KH Ali Maksum ditetapkan sebagai Rais ‘Aam, dan KH Anwar Musaddad tetap pada posisinya sebagai Wakil Rais ‘Aam.
Pada kepengurusan PBNU periode 1984-1989 hasil Muktamar Situbondo, Kiai Anwar Musaddad menjabat Mustasyar, dilanjutkan pada periode 1989-1994. Sejak tahun 1976, Anwar Musaddad kembali ke tanah kelahirannya Garut, mendirikan Pesantren Al-Musaddadiyah yang juga mengelola lembaga pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Saat ini, lembaga pendidikan Al-Musaddadiyah diasuh oleh putra-putranya, khususnya KH Tontowi Jauhari.[7]






BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Anwar Musaddad sewaktu masih kecil Anwar Musaddad dikenal dengan Dede Masdiad. Lahir di Garut tanggal 3 April 1910. Ketika berumur empat tahun sudah yatim, serta diasuh oleh ibu dan neneknya yang waktu itu mengelola usaha Batik Garut dan Dodol Kuraetin.
Dikarenakan bukan merupakan anak keturunan ningrat, Dede harus sekolah di HIS Kristen dan melanjutkan ke MULO Kristen di Sukabumi. Ketika di Sukabumi Dede sempat belajar agama Islam kepada Ustad Sahroni. Sesudah tamat dari MULO Dede melanjutkan ke AMS Kristen di Jakarta.
Tahun 1960, Anwar Musaddad ditugaskan untuk mendirikan Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) di Yogyakarta oleh Menteri Agama. Sesudah Perguruan Tinggi itu berdiri beliau menjadi dosen bahasa Arab dan berdakwah di sana. Kemudian pada tahun 1968, mendirikan dan mengelola IAIN di Bandung. Sampai beliau menjadi rektor IAIN Sunan Gunung Djati Bandung yang pertama.















DAFTAR PUSTAKA
Jajat Burhanuddin, Ahmad Baedowi, Transformasi otoritas keagamaan: pengalaman Islam Indonesia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. 2003
Yies Sa'diyah. Prof. K.H. Anwar Musaddad: biografi, pengabdian, dan pemikiran ulama intelektual. Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat, Kementerian Agama. 2012
Panji masyarakat, Part 4, Jakarta : Yayasan Nurul Islam, 2000.

http://www.scribd.com/doc/73144649/Prof-KH-Anwar-Musaddad
ensiklopedigarut.blogspot.com
http://addriadis.blogspot.com/2012/12/prof-kh-anwar-musaddad-kyai-intelektual.html
http://agusagusgun.wordpress.com/2010/01/16/tafsir-departemen-agama/
http://www.slideshare.net/rindacahyana/prof-kh-anwar-musaddad.html
http://jejakkebaikan.wordpress.com/2012/03/26/k-h-anwar-musaddad-ulama-zuhud-dan-wara.html
http://www.pdii.lipi.go.id/read/2013/04/24/prof-k-h-anwar-musaddad-biografLove Ramadani-pengabdian-dan-pemikiran-ulama-intelektual.html




[1] http://www.scribd.com/doc/73144649/Prof-KH-Anwar-Musaddad
[2] ensiklopedigarut.blogspot.com
[3] http://jejakkebaikan.wordpress.com/2012/03/26/k-h-anwar-musaddad-ulama-zuhud-dan-wara/
[4] Panji masyarakat, Part 4, jakarta : Yayasan Nurul Islam, 2000. hlm. 93
[5] http://www.scribd.com/doc/73144649/Prof-KH-Anwar-Musaddad
[6] Jajat Burhanuddin, Ahmad Baedowi. Transformasi otoritas keagamaan: pengalaman Islam Indonesia, hlm.107
[7] http://addriadis.blogspot.com/2012/12/prof-kh-anwar-musaddad-kyai-intelektual.html

6 coment�rios: