Makalah & Karya Tulis

Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia (SDM) merupakan kemampuan yang dimiliki setiap manusia yang terdiri dari daya pikir dan daya ...

Sumber Daya Manusia dan Modal Pembangunan Nasional


Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia (SDM) merupakan kemampuan yang dimiliki setiap manusia yang terdiri dari daya pikir dan daya fisik setiap manusia. Tegasnya kemampuan manusia ditentukan oleh daya pikir dan daya fisiknya. SDM atau manusia menjadi unsur pertama dan utama dalam setiap aktivitas yang dilakukannya, peralatan yang handal/canggih tanpa peran aktif manusia tidak akan berarti apa-apa.
Sumber daya manusia juga merupakan kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya fisik yang dimiliki setiap individu. Perilaku dan sifatnya ditentukan oleh keturunan dan lingkungannya. Sedangkan prestasi kerjanya dimotivasi oleh keinginan untuk memenuhi kepuasannya.
Daya pikir adalah kecerdasan yang dibawa sejak lahir (modal dasar). Sedangkan kecakapan diperoleh dari usaha (belajar dan pelatihan). Tolok ukur kecerdasan adalah Intelegence Quotient (IQ). Sedangkan daya fisik dimaksudkan sebagai kekuatan dan ketahanan seseorang untuk melakukan pekerjaan yang berat serta dalam proses yang lama, maupun kemampuannya menghadapi serangan penyakit. Daya fisik sangat penting yang merupakan penentu bagi seseorang untuk dapat mencapai ekspektasinya.

Pembangunan Nasional
Penduduk merupakan modal pembangunan nasional yang dapat dikategorikan menjadi lima kategori yaitu:
1.      Manusia sebagai konsumen
Yaitu manusia atau penduduk yang melakukan aktivitas pembelian terhadap barang hasil produksi, sehingga terciptanya proses jua beli yang sering disebut pasar. Bagaimanapun manusia adalah subyek untuk membangun dan mengembangkan kegiatan pasar tersebut.

2.      Manusia sebagai tenaga kerja
Pada hakikatnya manusia akan selalu bergerak dan mencari penghidupan untuk mempertahankan hidupnya. Sebab itu manusia akan bekerja demi menghasilkan keuntungan untuk dirinya ataupun kelompoknya. Dalam hal ini manusia sebagai tenaga kerja adalah manusia yang melakukan aktivitas untuk kepentingan organisasi atau lembaga untuk memperoleh keuntungan.

3.      Manusia yang memiliki pengetahuan
Faktor pengetahuan dalam pribadi seseorang sangatlah penting untuk kelanjutan pembangunan, dalam hal ini bahwa manusia yang memiliki pengetahuan akan mampu merencanakan pembangunan. Di samping itu dapat pula mengaplikasikan apa yang direncanakan dan dirancangnya sehingga terciptanya proses pembangunan yang berdasarkan pada pengetahuan (bukan spekulasi) khususnya dalam bidang pembangunan. 
Pelaksanaan pembangunan nasional sejatinya tidak selalu berjalan mulus, maka dari itu manusia yang memiliki pengetahuan akan mengevaluasi terhadap proses pembangunan agar hasil dan tujuannya menjadi sempurna.

4.      Manusia yang memiliki keterampilan/skill
Telah dikemukakan sebelumnya bahwa manusia yang memiliki pengetahuan mempunyai sumbangsih dan kontribusi terhadap pembangunan, namun hal itu juga perlu didukung dengan adanya keterampilan dan skill. Dengan begitu maka proses pembangunan akan menjadi lebih inovatif dan kreatif serta dapat melancarkan bahkan mempercepat proses pembangunan tersebut

5.      Semangat kerja dan mental
Dalam proses pembangunan semangat dan mental sangatlah penting bagi kelangsungan proses pembangunan tersebut. Ketika dalam proses pembangunan terjadi hal di luar perencanaan, maka mental sangat dibutuhkan untuk menopang kelangsungan kerja organisasi. Begitu pun dengan semangat kerja. Pekerjaan akan terlaksana dengan cepat apabila ada semangat dari setiap individu.


0 coment�rios:

A.        Pengambilan Keputusan Pengambilan keputusan sangat penting dalam manajemen dan merupakan tugas utama dari seorang pemimpin...

Faktor yang Mempengaruhi dalam Pengambilan Keputusan


A.      Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan sangat penting dalam manajemen dan merupakan tugas utama dari seorang pemimpin (manajer). Pengambilan keputusan (decision making) diproses oleh pengambilan keputusan (decision maker) yang hasilnya keputusan (decision).
Definisi-definisi  Pengambilan Keputusan Menurut Beberapa Ahli :
1.      G. R. Terry : Pengambilan keputusan dapat didefinisikan sebagai “pemilihan alternatif kelakuan tertentu dari    dua atau lebih alternatif yang ada”.
2.      Drs. H. Malayu S.P Hasibuan: Pengambilan keputusan adalah suatu proses penentuan keputusan yang terbaik dari sejumlah alternatif untuk melakukan aktivitas-aktivitas pada masa yang akan datang.
3.      Harold Koontz dan Cyril O’Donnel: Pengambilan keputusan adalah pemilihan di antara alternatif-alternatif mengenai sesuatu cara bertindak—adalah inti dari perencanaan. Suatu rencana dapat dikatakan tidak ada, jika tidak ada keputusan suatu sumber yang dapat dipercaya, petunjuk atau reputasi yang telah dibuat.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan adalah proses pemilihan alternatif solusi untuk masalah. Secara umum pengambilan keputusan adalah upaya untuk menyelesaikan masalah dengan memilih alternatif solusi yang ada.

B.       Faktor-Faktor yang terkait dengan Pengambilan Keputusan
Untuk menentukan pilihan dari berbagai teori pengambilan keputusan baik itu rasional, inkremental atau pengamatan terpadu dengan beberapa alternatif pilihan yang tersedia. Tentu masing-masing harus mempunyai dasar (nilai-nilai, norma-norma, atau pedoman tertentu) yang digunakan sebagai landasan dalam menentukan pilihan teori yang tepat.
Menurut Terry (1989) dalam blog Komunitas Diamond faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam mengambil keputusan sebagai berikut:
1.      Hal-hal yang berwujud maupun tidak berwujud, yang emosional maupun rasional perlu diperhitungkan dalam pengambilan keputusan;
2.      Setiap keputusan nantinya harus dapat dijadikan bahan untuk mencapai tujuan organisasi;
3.      Setiap keputusan janganlah berorientasi pada kepentingan pribadi, perhatikan kepentingan orang lain;
4.      Jarang sekali ada 1 pilihan yang memuaskan;
5.      Pengambilan keputusan merupakan tindakan mental. Dari tindakan mental ini kemudian harus diubah menjadi tindakan fisik;
6.      Pengambilan keputusan yang efektif membutuhkan waktu yang  cukup lama;
7.      Diperlukan pengambilan keputusan yang praktis untuk mendapatkan hasil yang baik;
8.      Setiap keputusan hendaknya dikembangkan, agar dapat diketahui apakah keputusan yang diambil itu betul; dan
9.      Setiap keputusan itu merupakan tindakan permulaan dari serangkaian kegiatan berikutnya.
Kemudian terdapat enam faktor lain yang juga ikut mempengaruhi pengambilan keputusan.
a)        Fisik
Didasarkan pada rasa yang dialami pada tubuh, seperti rasa tidak nyaman, atau kenikmatan. Ada kecenderungan menghindari tingkah laku yang menimbulkan rasa tidak senang, sebaliknya memilih tingkah laku yang memberikan kesenangan.
b)        Emosional
Didasarkan pada perasaan atau sikap. Orang akan bereaksi pada suatu situasi secara subyektif.
c)        Rasional
Didasarkan pada pengetahuan orang-orang mendapatkan informasi, memahami situasi dan berbagai konsekuensinya.
d)       Praktikal
Didasarkan pada keterampilan individual dan kemampuan melaksanakan. Seseorang akan menilai potensi diri dan kepercayaan dirinya melalui kemampuannya dalam bertindak.
e)        Interpersonal
Didasarkan pada pengaruh jaringan sosial yang ada. Hubungan antar satu orang ke orang lainnya dapat mempengaruhi tindakan individual.
f)         Struktural
Didasarkan pada lingkup sosial, ekonomi dan politik. Lingkungan mungkin memberikan hasil yang mendukung atau mengkritik suatu tingkah laku tertentu.

Selanjutnya, John D.Miller dalam Imam Murtono (2009)  menjelaskan faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan adalah: jenis kelamin pria atau wanita, peranan pengambilan keputusan, dan keterbatasan kemampuan. Dalam pengambilan suatu keputusan individu dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu nilai individu, kepribadian, dan kecenderungan dalam pengambilan risiko.
     Pertama, nilai individu pengambil keputusan merupakan keyakinan dasar yang digunakan seseorang jika ia dihadapkan pada permasalahan dan harus mengambil suatu keputusan. Nilai-nilai ini telah tertanam sejak kecil melalui suatu proses belajar dari lingkungan keluarga dan masyarakat. Dalam banyak keadaan individu bahkan tidak berpikir untuk menyusun atau menilai keburukan dan lebih ditarik oleh kesempatan untuk menang.
     Kedua, kepribadian. Keputusan yang diambil seseorang juga dipengaruhi oleh faktor psikologis seperti kepribadian. Dua variabel utama kepribadian yang berpengaruh terhadap keputusan yang dibuat, seperti ideologi versus kekuasaan dan emosional versus objektivitas. Beberapa pengambil keputusan memiliki suatu orientasi ideologi tertentu yang berarti keputusan dipengaruhi oleh suatu filosofi atau suatu perangkat prinsip tertentu. Sementara itu pengambil keputusan atau orang lain mendasarkan keputusannya pada suatu yang secara politis akan meningkatkan kekuasaannya secara pribadi.
     Ketiga, kecenderungan terhadap pengambilan risiko. Untuk meningkatkan kecakapan dalam membuat keputusan, perawat harus membedakan situasi ketidakpastian dari situasi risiko, karena keputusan yang berbeda dibutuhkan dalam kedua situasi tersebut. Ketidakpastian adalah kurangnya pengetahuan hasil tindakan, sedangkan risiko adalah kurangnya kendali atas hasil tindakan dan menganggap bahwa si pengambil keputusan memiliki pengetahuan hasil tindakan walaupun ia tidak dapat mengendalikannya. Lebih sulit membuat keputusan di bawah ketidakpastian dibanding di bawah kondisi bahaya. Di bawah ketidakpastian si pengambil keputusan tidak memiliki dasar rasional terhadap pilihan satu strategi atas strategi lainnya.
Selanjutnya Dalam Judul Skripsi  Pengambilan Keputusan yang tepat yang disusun Sumaryanto Sarjana Universitas Negeri Yogyakarta, dalam pengambilan keputusan ada beberapa faktor yang mempengaruhi, antara lain:

1.         Posisi kedudukan
Dalam kerangka pengambilan keputusan, posisi/kedudukan seseorang dapat dilihat, apakah ia sebagai pembuat keputusan (decision maker), penentu keputusan (decision taker), ataukah staff (staffer). 
2.         Masalah
Masalah atau problem adalah apa yang menjadi penghalang untuk tercapainya tujuan, yang merupakan penyimpangan daripada apa yang diharapkan, direncanakan atau dikehendaki dan harus diselesaikan. Sebenarnya, masalah tidak selalu dapat dikenal dengan segera, ada yang memerlukan analisis, ada pula yang bahkan memerlukan riset tersendiri.
3.         Situasi
Situasi adalah keseluruhan faktor-faktor dalam keadaan, yang berkaitan satu sama lain, dan yang secara bersama-sama memancarkan pengaruh terhadap kita beserta apa yang hendak kita perbuat. Situasi ini ada yang bersifat tetap dan ada juga yang berubah-ubah.
4.        Kondisi
Kondisi adalah keseluruhan dari faktor-faktor yang secara bersama-sama menentukan daya gerak, daya berbuat atau kemampuan kita. Sebagian besar faktor-faktor tersebut merupakan sumber daya.
5.         Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai, baik tujuan perorangan, tujuan unit (kesatuan), tujuan organisasi, maupun tujuan usaha, pada umumnya telah tertentu / telah ditentukan. Tujuan yang telah ditentukan dalam pengambilan keputusan merupakan tujuan antara atau obyektif.

C.      Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pilihan Yang Etis
1.        Manajer
Manajer membawa pengaruh berupa kepribadian dan perilaku terhadap pekerjaan. Kebutuhan pribadi, pengaruh keluarga, dan latar belakang agama seluruhnya membentuk sistem nilai seorang manajer. Karakteristik pribadi yang khusus, seperti kekuatan ego, percaya diri, dan rasa kebebasan yang kuat memungkinkan manajer untuk membuat keputusan yang etis.
Satu karakter pribadi yang penting adalah tahap perkembangan moral. Pada tahap pra konvensional, individu memerhatikan penghargaan dan hukuman dari eksternal dan mematuhi otoritas untuk menghindari konsekuensi pribadi yang fatal. Dalam konteks organisasi, tahap ini dapat dihubungkan dengan para manajer yang menggunakan gaya kepemimpinan otoriter atau memaksa, dengan karyawan yang berorientasi pada pencapaian tugas tertentu. Pada tahap kedua, yang disebut sebagai tahap konvensi, orang mulai belajar untuk memenuhi ekspektasi perilaku yang baik seperti yang dimaksudkan oleh para kolega, keluarga, teman, dan masyarakat. Kolaborasi kelompok kerja merupakan cara yang lebih disukai untuk pencapaian tujuan organisasi dan manajer menggunakan gaya kepemimpinan yang mendorong hubungan antar pribadi dan kerja sama. Pada tahap pasca konvensional atau tahap berprinsip, para individu dipandu oleh sekumpulan nilai dan standar internal bahkan akan melanggar aturan atau hukum yang bertentangan dengan prinsip ini.
2.        Organisasi
Dalam organisasi, pengaruh yang penting terhadap perilaku yang etis adalah adanya norma dan nilai tim, departemen, dan organisasi secara keseluruhan. Riset menunjukkan bahwa nilai-nilai ini sangat memengaruhi tindakan dan proses pengambilan keputusan oleh karyawan. Secara khusus, budaya perusahaan memungkinkan karyawan tahu keyakinan dan perilaku seperti apa yang didukung oleh perusahaan dan seperti apa yang tidak dapat ditoleransi oleh perlahan.
Budaya dapat diamati untuk melihat jenis-jenis sinyal etika yang diberikan kepada para karyawan. Standar etika yang tinggi dapat ditegaskan dan dikomunikasikan melalui penghargaan publik atau upacara resmi.
Budaya bukanlah satu-satunya aspek dari organisasi yang memengaruhi etika, namun merupakan suatu kekuatan yang besar karena menentukan nilai-nilai perusahaan. Aspek organisasi yang lain, seperti aturan dan kebijakan yang eksplisit, sistem seleksi, penekanan pada standar hukum dan profesional. Serta proses kepemimpinan dan pengambilan keputusan, juga dapat memengaruhi nilai etika dan proses pengambilan keputusan oleh manajer.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Keputusan adalah suatu pemutusan atau pengakhiran dari pada suatu proses pemikiran tentang suatu masalah atau problem, untuk menjawab pertanyaan apa yang harus diperbuat guna mengatasi masalah tersebut pengambilan keputusan yaitu proses memilih suatu alternatif cara bertindak dengan metode yang efisien sesuai situasi jenis keputusan dibagi menjadi tiga macam: keputusan terstruktur, keputusan semi terstruktur, keputusan tak terstruktur keputusan dibedakan menjadi 2 keputusan yang diprogramkan (program decision), keputusan yang tidak diprogramkan (non-programmed decision). Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan ada 5 yaitu : /kedudukan, Masalah, Situasi , Kondisi, Tujuan.





DAFTAR PUSTAKA

L. Daft Richard. Manajemen. Jakarta: Salemba Empat. 2008
http://staff.uny.ac.id/dr-sumaryanto-mkes/4-upaya-pengambilan-keputusan-yang-tepat, diakses 23 April 2014
http://anneahira.Blogspot.com/ Pengambilan Keputusan ,diakses  22 April 2014
http://hendriansdiamond.blogspot.com/2012/01/choice-menurut-terry-1989-faktor-faktor.html diakses 23 April 2014

0 coment�rios:

Sejarah penyelenggaraan haji di Indonesia mengalami masa yang panjang, dimulai sejak masuknya agama Islam ke Indonesia, masa penj...

Moderenisasi Manajemen Penyelenggaraan Haji Pada Pemerintah Orde Baru


Sejarah penyelenggaraan haji di Indonesia mengalami masa yang panjang, dimulai sejak masuknya agama Islam ke Indonesia, masa penjajahan, masa orde lama, masa Orde Baru hingga sekarang. Dari masa ke masa penyelenggaraan haji banyak mengalami dinamika yang bermuara pada persoalan pokok, yaitu peraturan yang menyangkut hubungan bilateral antara dua Negara yang memiliki perbedaan sosio-budaya, bentuk pemerintahan dan status kenegaraan, Indonesia yang menganut sistem Republik dan Saudi Arabia yang berbentuk Kerajaan.
Tugas awal penguasa orde baru sebagai pucuk pimpinan Negara pada tahun 1966 adalah membenahi dan menormalkan sistem kenegaraan yang porak-poranda akibat G 30S PKI dan kekuasaan orde lama. Pembenahan sistem pemerintahan ini berpengaruh pula terhadap penyelenngaraan haji dengan dibentuknya Departemen Agama, selanjutnya mengubah struktur dan tata kerja organisasi Menteri Usaha haji dan mengalihkan tugas penyelenggaraan ibadah haji di bawah wewenang Direktur Jenderal Urusan Haji, termasuk besarnya biaya, sistem manajerial dan bentuk organisasi yang kemudian ditetapkan dalam keputusan Dirjen Urusan Haji Nomor 105 tahun 1966. Pada tahun itu ditetapkan pula biaya perjalanan ibadah haji dalam tiga kategori, yaitu haji dengan kapal laut sebesar Rp. 27.000, haji berdikari sebesar Rp. 67.500, haji dengan pesawat udara sebesar Rp. 110.000. Jumlah jamaah haji yang diberangkatkan seluruhnya mencapai 15.983 orang, yaitu dengan kapal laut sebanyak 15.610 orang, dengan pesawat udara 373 orang, sedangkan jumlah haji kapal laut yang wafat 114 orang, dan 2 orang jamaah haji udara, atau 0,73%.[1]
Pemerintah ikut bertanggungjawab secara penuh dalam penyelenggaraan ibadah haji, sejak penentuan biaya hingga pelaksanaan serta hubungan antara dua Negara yang mulai dilaksanakan pada tahun 1970.Dengan keputusan tersebut, maka rakyat merasa diperhatikan langsung oleh pemerintah. Dalam rangka mengefisienkan pelaksanaan penyelenggaraan haji, maka pada tahun tersebut biaya perjalanan ibadah haji ditetapkan oleh Presiden berdasarkan kriteria penggunaan transportasi melalui Keputusan Presiden Nomor 11 tahun 1970, yaitu biaya perjalanan pesawat terbang sebesar Rp. 380.000, sedangkan berdikari sebesar Rp. 336.000. Secara resmi pemerintah tidak menetapkan biaya haji dengan kapal laut karena jumlah calon jamaah haji yang menggunakan kapal laut mengalami penurunan yang signifikan.Sekalipun demikian, pemerintah memberikan kebebasan kepada jamaah haji berdikari tetap menggunakan kapal laut. Sesuai data tahun tersebut jamaah haji berdikari yang menggunakan kapal laut sebanyak 12.845 orang, sedangkan yang menggunakan pesawat terbang sebanyak 1.229 orang. Dalam tahun-tahun berikutnya, antara tahun 1971-1973 penyelenggaraan ibadah haji tidak banyak mengalami perubahan-perubahan kebijakan.
Pada tahun 1974, sebuah peristiwa besar menghentikan sanubari bangsa Indonesia dan mengejutkan dunia ketika pesawat udara Martin Air yang mengangkut jumlah haji mengalami kecelakaan di Colombo.Kecelakaan ini menewaskan 1.126 orang dan merupakan peristiwa besar yang tak terlupakan dalam sejarah perhajian Indonesia. Penyebab kecelakaan  tersebut tidak diketahui secara pasti, yang jelas pesawat tersebut menabrak gunung. Ada pula kejadian yang berada di luar perhitungan pemerintah sebanyak 79 orang jamaah melahirkan. Dengan kejadian tersebut pemerintah semakin selektif, alat transportasi udara yang akan dipergunakan untuk menyelenggarakan haji, dan diharapkan kejadian tersebut tidak terulang kembali. Pada tahun 1974, Keputusan Presiden menetapkan biaya perjalanan ibadah haji berdikari sebesar Rp. 556.000, dan pesawat terbang sebesar Rp. 560.000.Pada waktu itu jumlah ibadah haji berdikari kapal laut sebanyak 15.396 orang dan pesawat udara sebanyak 53.752 orang.[2]
Banyaknya problema perjalanan haji dengan kapal laut yang tidak dapat diselesaikan, termasuk pailitnya PT. Arafat, mulai tahun 1979 pemerintah melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: SK-72/OT.001/Phb79, memutuskan untuk meniadakan pengangkutan jamaah haji dengan kapal laut dan menetapkan bahwa penyelenggaraan angkutan haji dilaksanakan dengan menggunakan pesawat udara.
Pada awal penghapusan jamaah haji laut, bangsa Indonesia kembali ditimpa kedukaan yang luar biasa akibat terjadinya kecelakaan pesawat udara yang mengangkut jamaah haji untuk kedua kalinya.Kecelakaan ini juga terjadi di Colombo yang disebabkan oleh kesalahan navigasi pesawat Loft Leider.Jamaah haji yang wafat seluruhnya 960 orang, termasuk yang wafat bukan karena kecelakaan ini.Dengan banyaknya pengalaman dalam penyelenggaraan ibadah haji pada tahun-tahun sebelumnya, maka pemerintah, dalam hal ini Menteri Agama, mengkaji ulang penyelenggaraan ibadah haji agar lebih terjamin. Pada tahun 1979, bersama Menteri Kehakiman, Menteri Agama mengeluarkan Keputusan tentang penyelenggaraan Haji dan Umroh, peraturan ini merupakan cikal bakal dari peraturan penyelenggaraan ibadah haji.Pada saat itu banyak di antara para jamaah haji yang mencari jalan pintas akibat gagal melaksanakan ibadah haji, yakni melaksanakan ibadah umroh lebih dulu kemudian tinggal sementara untuk menunggu waktu haji tiba.Hal ini banyak menimbulkan persoalan bagi pemerintah Arab Saudi.Banyak di antara jamaah haji yang kemudian tidak bisa kembali ke kampung halaman karena kehabisan bekal (biaya).
Dasawarsa 1980-an terjadi perkembangan menarik dimana pemerintah mulai memberi peluang (kembali) swasta dalam penyelenggaraan urusan haji, khususnya untuk pelayanan eksklusif yang dikenal dengan nama program ONH Plus. Pihak swasta sendiri menyebut kegiatan itu merupakan sub-sistem atau bagian dari penyelenggaraan haji oleh pemerintah. Disebut subsistem karena otoritas mengenai ketentuan perusahaan mana saja, kuota, dan harga paket ONH Plus masih di tangan pemerintah hingga kini.Selain melibatkan perusahaan yang bergerak di bidang ONH Plus, pemerintah juga memberi kesempatan kepada berbagai yayasan, majelis ta’lim, ormas, milik masyarakat mengorganisir jamaah haji di lingkungannya. Kegiatan itu tidak lepas dari kontrol pemerintah dan tetap tergabung dalam paket penyelenggaraan urusan haji yang dikelola pemerintah.
Meningkatnya jamaah haji setiap tahunnya dapat dijadikan sebagai parameter peningkatan pembangunan manusia seutuhnya dalam sendi-sendi kehidupan bermasyarakat dan beragama. Besarnya jumlah jamaah haji ini mengakibatkan makin berat pula beban pemerintah karena penyelanggaraan ibadah haji merupakan kegiatan yang terus-menerus rutin, teknis dan fungsional, apalagi meningkatnya taraf hidup dan daya kritis masyarakat akan menimbulkan tuntutan yang makin tinggi terhadap kualitas pelayanan ibadah haji.
Bertambahnya jumlah jamaah haji menimbulkan suatu permasalahan tersendiri karena tempat atau wilayah peribadatan haji di Arab Saudi tetap, yaitu Makkah, Mina, Arafah, Muzdalifah dan Madinah. Wilayah ini juga tidak mungkin akan mampu menampung jumlah jamaah haji yang terus bertambah dari Negara-negara lain. Hal ini jelas akan membebani masing-masing jamaah haji secara fisik, seperti kelelahan, kebisingan, serta kemacetan, dan bahkan kemungkinan besar dapat mengganggu kekhusyukan jamaah haji dalam melaksanakan ibadah hajinya.[3]
Banyak keputusan tentang penyelenggaraan ibadah haji dan umroh, yang bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme dalam penyelenggaraan ibadah haji sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen modern. Lepas dari kenyataan bahwa orde baru melakukan sentralisasi kebijakan dan monopoli dalam antara lain transportasi haji, beberapa usaha perbaikan dalam penyelenggaraan haji dilakukan.
Sebagai contoh, dapat dilihat pada evaluasi tahun 1993 yang mencoba untuk mengadopsi sistem manajemen modern dan pengendapan koordinasi anatar lain:
Ø  Penyempurnaan penyelenggaraan haji, baik didalam maupun diluar negeri, dibawah koordinasi Departemen Agama.
Ø  Meningkatkan keterpaduan dan koordinasi antar instansi yang terkait dalam pelayanan ibadah haji baik didalam maupun diluar.
Ø  Meningkatkan fungsi dan peran posko haji di Departemen Agama sebagai pusat koordinasi dan pengendalian perhajian.
Ø  Menyusun jaringan kerja penyelenggaraan haji.
Ø  Menyempurnakan pengaturan yang baku pada semua bentuk dan jenis pelayanan ibadah haji.
Upaya peningkatan pembinaan dan bimbingan jamaah haji antara lain sebagai berikut :
Ø  Menyempurnakan pola pembinaan dan bimbingan jamaah haji dengan pengadaan pelatihan calon haji sesuai kebutuhan.
Ø  Meningkatkan keikutsertaan ormas islam terutama Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) dalam pelaksanaan pembinaan dan bimbingan calon jamaah haji.
Ø  Penyempurnaan materi pembinaan dan bimbingan jamaah haji termasuk pendalaman kondisi obyektif Arab Saudi pada musim haji.
Ø  Mengusahakan adanya fatwa MUI tentang ibadah haji sekali seumur hidup serta ibadah umroh di bulan Ramadhan.
Berbekal pengalaman tersebut, pemerintah melakukan kajian ulang pada sistem penyelenggaraan haji secara keseluruhan, baik dari aspek perencanaan, operasional, dan manajerial sumberdaya manusia dan perkembangan teknologi informasi. Salah satu aspek dalam penempatan teknologi informasi adalah sistem komputerisasi yang beroperasi secara on line, walaupun pada saat itu belum dapat dimanfaatkan secara optimal karena kurangnya sumber daya manusia yang memenuhi kualifikasi sebagai pengelola sebuah divisi sistem informasi.[4]




[1] www.rasio.wordpress.com diakses pada 17 Maret 2014

[2]  Kementrian Agama RI “Haji dari Masa ke Masa”  hal 71-72

[3] Nidjam, Latief dan Hanan, Alatief. Manajemen Haji, Jakarta: Penerbit Mediacita. 2006.
[4] Muhammad M. Basyuni, “ Reformasi Manajemen Haji”  FDK Press 2008, hal 64-66

0 coment�rios:

Pada tahun akademik 2009-2010 IAIN Fakultas Dakwah membuka konsentrasi Manajemen Haji dan Umroh. Tujuan jurusan ini untuk menciptak...

Empat Tahun MHU UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


Pada tahun akademik 2009-2010 IAIN Fakultas Dakwah membuka konsentrasi Manajemen Haji dan Umroh. Tujuan jurusan ini untuk menciptakan pengurus haji yang akademis dan memperbaiki lemahnyamanajemen yang tidak efektif yang menjadi problem Haji dan Umroh Indonesia.
Ternyata bukan tanpa alasan konsentrasi Manajemen Haji dan Umroh (MHU) didirikan. Ada maksud baik dari UIN membuka konsentrasi ini. Tapi apa yang terjadi setelah empat tahun dibukanya Konsentrasi MHU?
Konsentrasi MHU yang sering di sanjung-sanjung oleh mahasiswanya ini mengalami ketidakjelasan, pada tahun 2013 ini tepat empat tahun MHU dibuka Konsentrasi ini dileburkan tanpa rasionalisasi dan sosialisasi yang jelas. Ini membuktikan ada sesuatu di tingkat birokrat kampus . entah pesanan atau bukan tapi ketidak jelasan ini yang menjadi alasan saya menulis catatan ini.
Sebagai mahasiswa kita sama-sama mempunyai tanggung jawab sebagai agent of control,setidaknya kita memiliki Tri Dharma Perguruan Tinggi Pendidikan, Penelitian, Pengabdian.Jelas bahwa ini adalah tugas seorang mahasiswa. Tapi sejatinya pergerakan mahasiswa tidak bisa direnggut zaman begitu saja yang melengahkan individu mahasiswa.  Apatisnya zaman menjadikan mahasiswa autis yang lebih senang dengan suapan-suapan elit birokratis yang mengenyangkan perut mereka.
Perlu kita sama-sama ingat, konsentrasi kita dibentuk bukan tanpa alasan seperti yang dikemukakan diatas. Bobroknya kepengurusan haji Indonesia menjadi langkah awal berdirinya konsentrasi ini. Kenakalan-kenakalan para kapitalis menyebabkan ini bobroknya bangsa. Konsentrasi kita didirikan untuk meluruskan ini semua.
Peleburan Konsentrasi MHU perlu dipertanyakan, padahal tinggal selangkah lagi kita akan mendapatkan pejuang-pejuang bangsa berjuang untuk membangun dan menyelamatkan bangsa dari kebobrokan, tinggal selangkah lagi tapi mengapa harus sudah dilebur tanpa rasionalisasi yang jelas.
Aku percaya masih ada cahaya-cahaya ketuhanan dalam diri kita semua, untuk menegakan keadilan. Keadilan atas konsentrasi kita, kita bukan anak tiri yang kemudian dititpkan dan tidak dianggap.
Kita adalah generasi bangsa, penerus perjuangan sang pendiri bangsa, perjuangan Soekarno dan Hatta untuk merebut negara dan memerdekakan republik ini tidak semudah membalikan telapak tangan, akan tetapi melalui proses perdebatan intelektualitas kedua pejuang kita ini, haruskah kita merdeka dengan kebodohan? Atau bangsa/rakyat pintar tapi terjajah?
Hal ini sudah terjawab “KITA TERDIDIK TAPI TERJAJAH”  masih ada waktu dan kesempatan kawan, bagiku tidak ada kata lain selain perkataan Wiji Thukul yang tertuang dalam bait syairnya “ Akhir-akhir ini hanya ada satu kata “LAWAN”
Ciputat 03 Juni 2013

0 coment�rios: