Pada tahun akademik 2009-2010 IAIN Fakultas Dakwah membuka konsentrasi Manajemen Haji dan Umroh. Tujuan jurusan ini untuk menciptakan pengurus haji yang akademis dan memperbaiki lemahnyamanajemen yang tidak efektif yang menjadi problem Haji dan Umroh Indonesia.
Ternyata bukan tanpa alasan konsentrasi Manajemen Haji dan Umroh (MHU) didirikan. Ada maksud baik dari UIN membuka konsentrasi ini. Tapi apa yang terjadi setelah empat tahun dibukanya Konsentrasi MHU?
Konsentrasi MHU yang sering di sanjung-sanjung oleh mahasiswanya ini mengalami ketidakjelasan, pada tahun 2013 ini tepat empat tahun MHU dibuka Konsentrasi ini dileburkan tanpa rasionalisasi dan sosialisasi yang jelas. Ini membuktikan ada sesuatu di tingkat birokrat kampus . entah pesanan atau bukan tapi ketidak jelasan ini yang menjadi alasan saya menulis catatan ini.
Sebagai mahasiswa kita sama-sama mempunyai tanggung jawab sebagai agent of control,setidaknya kita memiliki Tri Dharma Perguruan Tinggi ; Pendidikan, Penelitian, Pengabdian.Jelas bahwa ini adalah tugas seorang mahasiswa. Tapi sejatinya pergerakan mahasiswa tidak bisa direnggut zaman begitu saja yang melengahkan individu mahasiswa. Apatisnya zaman menjadikan mahasiswa autis yang lebih senang dengan suapan-suapan elit birokratis yang mengenyangkan perut mereka.
Perlu kita sama-sama ingat, konsentrasi kita dibentuk bukan tanpa alasan seperti yang dikemukakan diatas. Bobroknya kepengurusan haji Indonesia menjadi langkah awal berdirinya konsentrasi ini. Kenakalan-kenakalan para kapitalis menyebabkan ini bobroknya bangsa. Konsentrasi kita didirikan untuk meluruskan ini semua.
Peleburan Konsentrasi MHU perlu dipertanyakan, padahal tinggal selangkah lagi kita akan mendapatkan pejuang-pejuang bangsa berjuang untuk membangun dan menyelamatkan bangsa dari kebobrokan, tinggal selangkah lagi tapi mengapa harus sudah dilebur tanpa rasionalisasi yang jelas.
Aku percaya masih ada cahaya-cahaya ketuhanan dalam diri kita semua, untuk menegakan keadilan. Keadilan atas konsentrasi kita, kita bukan anak tiri yang kemudian dititpkan dan tidak dianggap.
Kita adalah generasi bangsa, penerus perjuangan sang pendiri bangsa, perjuangan Soekarno dan Hatta untuk merebut negara dan memerdekakan republik ini tidak semudah membalikan telapak tangan, akan tetapi melalui proses perdebatan intelektualitas kedua pejuang kita ini, haruskah kita merdeka dengan kebodohan? Atau bangsa/rakyat pintar tapi terjajah?
Hal ini sudah terjawab “KITA TERDIDIK TAPI TERJAJAH” masih ada waktu dan kesempatan kawan, bagiku tidak ada kata lain selain perkataan Wiji Thukul yang tertuang dalam bait syairnya “ Akhir-akhir ini hanya ada satu kata “LAWAN”
Ciputat 03 Juni 2013
0 coment�rios: